karya : panji rani h
NADA TERAKHIR MELODY
Earn Melody
Zulfa, gadis manis kelas X - A SMA Taruna
Nusantara yang sangat menyukai musik, dan bersuara merdu adalah teman sebangku
ku. Dia baik, cantik, perhatian, dan
termasuk siswa yang pintar walau
bukan bintang kelas. Dia juga aktif di organisasi organisasi sekolah dan orangnya
mudah bergaul dengan semua siswa disini bahkan dengan kakak kelas dia mudah
sekali akrab. Oleh karena itu, ia punya banyak sekali teman dan selalu terlihat
ceria.
“ Nadia ! Nadia ! woy !!” teriak Melody mengagetkanku.
“Jangan melamun,
kamu kenapa? Baik - baik saja, bukan ? Kalau ada sesuatu yang membuatmu
gelisah, ceritakan saja padaku .. Siapa tahu aku bisa membantumu, ya walaupun
hanya sekedar memberi motivasi J ..” kata Melody
dengan cepatnya.
“ Hmm .. Aku
baik – baik saja Mel .. “ jawabku singkat.
“ Bohong! Aku
tahu kamu, tidak biasanya kamu melamun seperti ini, pasti ada sesuatu. Ayolah
cerita saja padaku, aku pasti mendengar dan memberimu solusi” tambah Melody.
“Tidak, aku
tidak mau cerita” kataku lesu.
“Jangan seperti
itu, kalau kamu tidak mau cerita, nanti malah terus jadi beban buat kamu, ayo
cerita saja, aku siap dengerin kok” bujuk Melody.
“Ahh, paling
nanti kamu juga nggak ngerti, karena kamu nggak ngerasain jadi aku Mel..”
“Walaupun aku nggak
bisa ngerasain jadi kamu, seenggaknya kamu udah ngeluarin uneg-uneg dan aku
akan berusaha sebisa mungkin memberi solusi dan motivasi untuk kamu”
“Oke oke , aku
cerita ..”
“Nah gitu dong
dari tadi .. Oke, aku siap! J”
“Begini mel, aku
punya sahabat, Via namanya. Dia sebenarnya baik, tapi sayangnya dia orangnya
terlalu individualis, serasa hidup sendiri, dan sepertinya semua teman temannya
hanya dianggap sebagai teman yang simbolis. Maksudnya begini, iya kalau ditanya
‘kamu kenal Nadia?’ dia jawab ‘kenal, dia temanku’ tapi nyatanya dia jarang
bahkan hampir tidak pernah bermain ataupun cerita-cerita seperti kita dan anak
anak lainnya.Tapi aku selalu menganggap dia teman, tidak hanya sebagai teman
secara simbolis, aku sering cerita cerita, sharing atau apa lah gitu padanya,
yah walaupun responnya hanya ‘OH, IYA IYA’ saja.” ceritaku.
“Lah sekarang
hubungan kamu dengan dia baik – baik saja, bukan?” tanya Melody.
“Nah itu dia
masalahnya, kemarin waktu dia merayakan hari ulangtahun kakaknya, aku tidak
bisa datang karena aku dipangail ke rumah bu Sinta secara mendadak untuk
mempersiapkan POPDA. Aku sudah minta maaf padanya lewat sms, tapi tidak
dibalas. Aku telepon, tidak diangkat. Komentar ku di facebook juga diacuhkan,
apalagi mention ku di Twitter sama sekali tidak ia balas. Sepulang dari rumah
bu Sinta, aku ke rumah Via, tapi acaranya sudah selesai 2 jam yang lalu, dan
saat aku minta izin untuk menemui Via, kakaknya Via berkata bahwa Via sedang
tidur. Padahal, saat aku keluar dari pintu gerbang rumahnya, tidak sengaja aku melihat Via sedang menonton TV di ruang
keluarga. Sejak itu, aku tidak pernah berbicara bahkan bertegur sapa dengannya
baik di sekolah maupun dirumah. Aku merasa sangat tidak enak. Dia dengan
sifatnya yang individualis, dan saat ia mengadakan pesta perayaan ulangtahun
kakaknya yang mana hanya mengajakku dari sekian banyaknya teman yang ada,
tetapi malah aku tidak hadir. L” kataku panjang lebar.
“Kenapa kamu
tidak coba untuk berusaha berbicara lagi dengannya, bisa saja pada saat jam istirahat kamu ke kelasnya, bicara baik –
baik dan minta maaflah padanya ..” saran Melody padaku.
“Sudah, bukan
hanya sekali, bahkan berkali – kali. Tapi dia malah menghindar. Oleh karena itu,
sampai sekarang kita belum bertegur sapa.” keluhku.
“Hmm .. Baiklah,
kamu tenang aja yah, pikirkan saja bahwa esok hari akan lebih baik dari hari
ini” jawab Melody dengan santainya.
“Gimana bisa
tenang! Dia biasa saja pun aku sudah bingung harus berbuat apa dengan sifatnya
yang individualis, apalagi sekarang yang kesannya dia menghindar dari ku. Masa
iya sih aku harus diam saja” omelku.
“Yah kan tadi
kamu bilang, kamu udah berusaha menjelaskan padanya,tapi dia malah yang
menghindar. Ya udah, sekarang kamu berpikiran positif saja walaupun aku juga
tidak punya pikiran positif, hehehe” canda Melody.
“Selalu deh
gitu, bercanda. Yah .. oke, aku coba lebih tenang” kataku.
***
Keesokan
harinya, aku terkejut melihat seseorang yang duduk di bangkuku. Via. Dia sedang
duduk bersebelahan dengan Melody dan ia tersenyum padaku. Aku hampir tidak
percaya, dan masih berdiri mematung di pintu kelas. Via pun beranjak dari
tempat dudukku, berjalan perlahan mendekatiku. Aku hanya terdiam, dan berusaha
mendengarkan dengan baik apa yang ia katakan
padaku.
Tiba – tiba aku
merasa ada sesuatu menetes ke tanganku. Astaga, air mata Via, ia menangis.
Tapi, mengapa ia menangis? Apa ada yang salah denganku? Aku terus terdiam
sambil bertanya – tanya sendiri dalam hati. Wajahku memerah tak karuan dan
tampak seperti orang kebingungan karena tersesat.
Oh, betapa
bodohnya aku! Ternyata Via dari tadi sedang minta maaf atas ke salah pahaman
dan atas sifatnya yang terlalu individualis. Ia juga mengatakan bahwa hanya akulah
teman yang mau terus menerus ada di sampingnya , walau ia hanya menganggapku
sebagai teman simbolis. Tapi itu dulu, kini ia telah menganggapku teman
sebenarnya, teman yang akan selalu ada untuk mendengar, bercerita, berbagi
pengalaman, memberi solusi dan motivasi, dan ada disaat suka maupun duka.
Saat ia
berbicara panjang lebar tersebut hingga menangis terharu itu, aku masih terdiam
dalam lamunan dan baru sadar setelah Melody mengagetkanku dan memberitahuku
semua yang telah Via katakan. Suasana hening. Perlahan, air mataku jatuh.
“HAHAHAHAHAHAHAHA”
meledaklah tawa Melody dan Via secara
bersamaan.
“Kamu telat
nagisnya. Merusak suasana saja, haha.. Jadi nggak kaya di sinetron sinetron
deh.. haha.. Ulangi ah ulangi, biar seru, hahahaha” canda Melody lagi.
“Ah kalian malah
menertawakanku, aku kan sedang menghayati. Tadi kan aku belum sadar apa yang
sedang terjadi.” kata ku.
“Hahahaha,
wajahmu itu loh! Lucu sekali seperti orang yang sedang tersesat, hahaha, tapi sayang
yah ….” tambah Melody
“sayang apa?”
kata ku bersamaan dengan Via.
“Sayangnya tadi
aku tidak memotretnya! Hahaha, KABUURRR.. “ tawa Melody sambil berlari ke
belakang kelas menghindariku.
“MELODYYYYY!!!!
Awas kamu yah!!” ancam ku dengan nada yang menahan tawa.
“Haha..
Sudahlah, sudah jangan bertengkar seperti tikus dan kucing saja. Sebentar lagi
bel masuk tuh, aku pulang ke kelasku dulu yah. Eh, Nad nanti pulangnya bareng
ya!” kata Via.
“Ya” timpalku
singkat, dan aku masih terus kejar – kejaran dengan Melody di dalam kelas sampai
bel masuk berbunyi.
Ya, itulah
Melody. Dia humoris dan juga jahil, suka sekali bercanda dan membuat orang
tertawa. Dia juga selalu peka terhadap apa yang dirasakan orang – orang
disekitarnya. Hebatnya, ia selalu bisa menjadi motivator untuk siapa saja.
Termasuk aku, sering sekali dia memberiku motivasi saat aku ada masalah dan ia
yang membuatku lebih tegar dan semangat. Ibarat kata, dia telah menjadi Guru BP
ku yang kedua. Senang sekali rasanya memiliki sahabat seperti dia.
Tetapi, sampai
sekarang aku masih tidak percaya dengan kejadian kemarin. Apa yang telah
membuat Via berubah dan minta maaf padaku? Apa semuanya berkat Melody? Ah,
semua ini membuatku penasaran dan bingung.
Saat pulang
sekolah bersama Via kemarin, aku mencoba menanyakan hal ini. Via berkata,
Melody-lah yang telah menyadarkannya. Perjuangan Melody yang telah membuatnya
terharu dan akhirnya berubah sekaligus minta maaf padaku.
Setelah hampir
sampai di rumahku, aku suruh Via mampir karena aku ingin mengetahui lebih
banyak tentang apa yang Melody lakukan pada Via hingga membuatnya berubah
drastis. Awalnya, Via enggan berterus terang. Namun, perlahan – lahan aku
membujuknya untuk bercerita karena aku sangat penasaran. Begitu terkejutnya aku
setelah mendengar cerita Via ini.
***
Sulit di percaya,
dan diluar dugaanku. Ternyata setelah aku bercerita padanya tentang masalahku,
ia pergi ke kelas Via dan menjelaskan secara singkat semua kesalahpahaman
antara aku dan Via. Begitu kasihannya, Melody dianggap tidak ada oleh Via! Via
keluar kelas dengan ketus tanpa peduli apa yang sedang dikatakan oleh Melody.
Namun bukan Melody namanya jika menyerah begitu saja. Ia berlari mengejar Via
dan kembali menjelaskan. Kedua kalinya, ia tidak dipedulikan lagi oleh Via. Via
berjalan dengan santai tanpa peduli kalau disampingnya ada Melody.
Melody pulang
dengan tangan kosong, ia gagal menyadarkan Via. Tapi, ia pulang hanya untuk
berganti pakaian yang mana harus dipakai esok hari. Setelah selesai, ia bergegas
ke rumah Via yang jauh sekali dari rumahnya. Sampai sana, ia dilarang masuk
oleh penjaga rumahnya. Melody tetap berdiri menunggu Via keluar membukakan
pintu gerbang. Namun, semuanya sia-sia. Setelah hampir 2 jam ia menunggu, Via
tak kunjung keluar. Melody tetap pada pendiriannya, ia tetap menunggu Via. Ia
tetap berpikiran positif bahwa Via akan membukakan pintu, mendengarkannya, dan
akan sadar dari keindividualistisannya.
Sampai akhirnya,
kakak Via datang dan menanyakan maksud kedatangannya ke rumah Via. Sama halnya
dengan penjaga rumah Via, dia juga tidak mau membukakan pintu gerbang dan tidak
mau mempertemukan adiknya dengan Melody, dengan alasan ia tidak percaya pada
Melody kalau Melody adalah temannya dan akan membawa suatu hal positif yang
membuat adiknya menjadi lebih baik. Melody berusaha keras membujuk kakak Via,
sampai ia diperbolehkan masuk untuk bertemu Via.
Sudah masuk ke
rumah Via, masih belum tentu ia bisa bertemu dengan Via. Setelah kakaknya Via
mengantar sampai ke depan pintu kamar Via pun, Melody malah diusir oleh Via. Via
berteriak – teriak tidak ingin bertemu dengan Melody karena Melody hanya akan
mengganggunya. Segera mungkin, sebagai kakak yang baik yang ingin melindugi
adiknya, kakaknya Via pun ikut – ikut mengusir Melody. Bahkan sampai menarik –
narik Melody untuk keluar. Malang benar
nasib Melody.
Tiba – tiba,
Melody memberontak.
“Hei, Via! Aku
tahu ini rumahmu, tapi tolong perlakukanlah tamu secara sopan, apabila kamu
tidak ingin bertemu denganku, usir aku secara sopan, tidak perlu seperti ini.
Perlu kamu ketahui, kamu terlalu individualis
dan kurang menganggap temanmu sebagai teman. Aku Melody, teman Nadia. Aku hanya
ingin meluruskan kesalahpahaman diantara kalian, dan membuat kalian berteman
yang sesungguhnya tidak hanya secara simbolis yang selama ini kau lakukan.
Percayalah, kau akan punya teman yang sesungguhnya apabila kamu tidak
individualis. Izinkan aku bicara denganmu 5 menit saja, apabila aku berhasil
menyadarkanmu, aku janji kamu pasti akan dapat berteman dengan siapa saja dan
teman itu akan jadi teman yang sebenarnya seperti anak-anak lainnya. Tapi
apabila aku gagal, kamu boleh mengusirku secara kasar, dan aku janji tidak akan
mencampuri urusanmu lagi.!!” teriak Melody dengan lantang.
Suasana di depan
pintu kamar Via semakin mencekam. Tidak terdengar suara apapun dari kamar Via.
Kembali, kakak Via menarik – narik Melody untuk pergi dari rumahnya. Terpaksa,
Melody pun keluar dari rumah Via. Namun, Melody tidak pulang, ia kembali
menunggu Via. Ia berpikiran bahwa tidak ada sesuatu yang sia – sia apabila kita
bersungguh-sungguh, dan semakin kita percaya bahwa akan ada hal positif datang
menghampiri kita, maka kemungkinan hal positif itu akan datang pun akan lebih
besar. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Via berlari keluar dengan bercucuran air
mata menghampiri Melody. Via mengajak Melody masuk ke kamarnya dengan nada
bicara yang tersedu-sedu.
Perlahan, Via
menceritakan semua hal yang telah membuatnya bersifat individualis tersebut
pada Melody. Semua itu ternyata disebabkan karena masa lalu yang suram mengenai
mendiang kakek Via yang meninggal saat Via duduk di kelas 8 SMP. Saat Via harus
memilih diantara 2 pilihan --pergi piknik bersama teman dekatnya atau pergi ke
danau bersama ayah, ibu, kakak dan kakek Via-- Via memilih pergi piknik dengan
teman dekatnya dengan alasan sudah terlanjur janji dan tidak enak pada teman
dekatnya. Tak disangka, sepulang dari danau, kakek Via terkena penyakit jantung
dan tak lama setelah dibawa ke rumah sakit, beliau pergi untuk selama-lamanya.
Hal ini tentu membuat Via merasa sangat menyesal karena memilih pilihan yang
salah. Setelah itu, ia dan keluarganya pindah ke kota ini dan semenjak itulah
mereka menutup diri dari orang-orang sekitar, terutama Via yang merasa tidak
butuh seorang teman karena takut hal yang dulu terulang.
Pada saat
itulah, Melody sang motivator beraksi. Melody mengajak Via untuk membuka
lembaran baru dengan semangat baru dan dengan teman baru yang akan selalu ada untuk
kita, saat suka maupun duka. Melody juga menjelaskan panjang lebar tentang masa
depan Via dan keluarga yang masih sangat panjang dan akan lebih baik apabila
direncanakan dari sekarang. Bahkan, Melody menjelaskan bahwa Via dan
keluarganya tidak akan mendapatkan kebahagiaan apabila terus menutup diri dan
individualis seperti ini , dan mendiang
kakeknya juga tidak akan tenang di alam sana. Namun, bukannya terhasut oleh
motivasi Melody, Via malah menangis, menjerit histeris dan berteriak minta maaf
pada kakenya dan terus menyalahkan dirinya sendiri. Melody menenangkan Via,
memberinya minum dan kembali membujuk Via untuk berubah demi kakeknya, dan demi
masa depannya beserta keluarganya.
Setelah
berjam-jam mereka terbawa dalam suasana yang hening, sedih, dan cukup mencekam
ini, tiba-tiba kakak Via masuk dan mengagetkan mereka. Ternyata, kakak Via
mendengar semua yang Via dan Melody ceritakan dan ia masuk kamar pun sudah
dengan wajah penuh air mata. Hal ini membuat tangisan Via kembali pecah.
Suasana seperti ini memaksa Melody untuk ikut menangis, dan terjadilah paduan
suara dari semua tangisan mereka. .
***
Setelah selesai
bercerita panjang lebar dan hampir membuatku menangis lagi, Via pulang ke
rumahnya. Dirumahku sendiri, aku jadi seperti orang bingung yang tidak tahu
akan berbuat apa. Aku terdiam. Aku termenung. Tiba-tiba aku jadi memikirkan
Melody.
Kini aku tahu
semuanya. Betapa beruntungnya aku punya sahabat seperti mereka berdua. Aku
mendapatkan banyak pelajaran dari semua cerita dan kisah hidup mereka. Terutama
Melody. Perbuatan dan perkataan motivasinya telah banyak mengajarkanku betapa
indahnya dunia ini apabila kita mengisinya dengan hal hal yang indah pula.
Terkadang, aku ingin berperan sepertinya saat ia punya masalah. Tapi, selama
hampir satu tahun kami bersama, aku belum pernah melihatnya bersedih walaupun
hanya garis berbentuk bukit terlukis di mulutnya.
Terkadang, aku
juga bingung sendiri dengan Melody yang selalu ceria. Apa mungkin ia memang tak
pernah punya masalah, ataukah ia selalu menyembunyikannya dari ku dan semua
temannya. Tapi, jikalau benar Melody menyembunyikan masalahnya dari ku dan yang
lain, apa tujuannya? Apa ia malu? Atau mungkin tak ingin membuat kami sedih?
Atau bagaimana? Ah, entahlah.
Hampir semua
teman sekelas pernah curhat padanya dan diberi motivasi yang membuat mereka
lebih baik. Tak peduli siapapun mereka.Tak hanya teman perempuan saja , teman
laki-laki juga sering menjadi “pasien sang motivator Melody”. Melody selalu
dengan sabar mendengarkan curahan hati tentang masalah mereka dan terus memberi
mereka motivasi saat mereka merasa gagal, dan putus asa menghadapi masalah
mereka masing-masing.
***
Sudah hampir
seminggu ini, Melody tiba-tiba dekat dengan Satria. Padahal, semua teman
sekelas tahu kalau Satria itu orangnya walau terkadang humoris dan lucu, tetapi
ia seringkali bersikap dingin, menjengkelkan dan hanya peduli pada orang-orang
tertentu yang juga peduli padanya. Bahkan, mungkin dapat dihitung dengan jari
siapa saja teman sekelas yang mau berteman dengannya. Malahan selama ini, Melody dan Satria jarang
bermain bersama, paling hanya bercanda biasa. Aneh, memang.
Awalnya, aku
berpikiran positif saja seperti yang selalu dikatakan Melody. Aku pun hanya
mengira mungkin Satria sedang punya masalah, lalu bercerita pada Melody dan
seperti biasa Melody pasti akan membantunya. Namun, semakin hari mereka semakin
dekat. Seperti ada sesuatu yang lain, tapi aku juga tidak tahu pasti sesuatu
apa itu. Semoga saja bukan sesuatu yang buruk.
Setiap kali aku
bertanya pada Melody perihal kedekatannya dengan Satria, ia selalu balik
bertanya,
“Aku dan dia kan
teman sekelas, memang salah ya kalau kita dekat?” katanya.
“Tidak salah
memang, tapi kan aneh saja kalau tiba-tiba kalian jadi dekat seperti ini. Tidak
ada angin, tidak ada hujan, tidak ada petir pula, kenapa tiba-tiba si Satria
yang terlihat seperti tidak punya teman itu jadi begitu dekat dengan kamu
dengan waktu yang cukup singkat ini, kan aneh dilihatnya juga ??” tambahku.
“Lho, aku harus
bagaimana? Justru karena ia seperti tidak punya teman begitu, kita harusnya
menjadi temannya bukan ?” lanjut Melody.
“Salah siapa ia
selalu bersikap dingin, cuek dan menjengkelkan gitu ke kita semua!” kataku
mulai emosi.
“Kan nggak
setiap saat dia bersikap seperti itu? Kadang humoris kok, menghibur pula” bela
Melody.
“Kamu kenapa
jadi belain anak itu sih? Aku tuh cuma nggak mau kamu ada masalah setelah dekat
dengannya. Kita kan belum tahu seperti apa Satria sebenarnya, karena sikapnya
yang terkesan dingin di mata kita dan sering menjengkelkan itu. Semua anak di
kelas ini, bahkan kelas X lain pun tahu kalau Satria lebih sering menjengkelkan
daripada menyenangkan kita dengan sifatnya yang humoris.” omelku.
“Don’t judge the book by its cover! Mungkin di
mata kita dia terlihat begitu dingin dan menjengkelkan. Namun kamu perlu
menelaah sifat-sifatnya yang lain. Percayalah dan positive thinking lah kalau
dia juga memiliki sifat yang baik. Semakin banyak kamu menemukan sisi-sisi
baiknya yang terselubung, persahabatan kalian pun akan semakin kuat. Lagipula,
tidak ada orang yang sempurna di muka bumi ini. Setiap orang pasti memiliki
kekurangan. Jika kamu menganggap sikap dinginnya sebagai kekurangannya, jangan
kamu hindari dia, tetap berteman dan lengkapilah ia dengan kelebihanmu. Ibarat
nelayan yang menyelam untuk menemukan mutiara di dasar lautan, persahabatanmu
pun adalah sebuah petualangan atau proses untuk menemukan kebaikan-kebaikan
temanmu itu. Jika kamu berhasil menemukan mutiara di dalam dirinya,
mudah-mudahan kamu bisa menjadi lebih kaya! Apa maksudnya kaya? Kaya adalah
saat dimana kekurangan yang ada pada dirimu ditutupi olehnya, dan sebaliknya
kekurangan yang ada padanya juga ditutupi oleh kelebihanmu. Jadi, tugasmu
sekarang tinggal positive thinking aja kalau dia juga memiliki sisi-sisi baik,
dan mungkin dia juga punya alasan tersendiri mengapa ia bersikap begitu dingin
di mata kita.” jelas Melody panjang lebar.
“Alasan apa?”
tanyaku penasaran.
“Pasti ada.
Mungkin sekarang kamu belum mengetahuinya. Percayalah, suatu saat nanti kamu
akan mengetahuinya, dan alasan itu logis kok” jawab Melody.
“Kamu tahu
sesuatu tentangnya? Alasannya bersikap menjengkelkan banyak orang ?
Ceritakanlah .. Padaku saja ..” tambahku.
“Ahh, iya .. Eh,
iya .. Iya .. Ya.. aaa..aku tahu.. sedikit tentangnya, tapi aku tidak bisa
menceritakan pada siapapun, termasuk kamu. Maaf yah” jawab Melody tergagap.
“Baiklah, aku nggak
akan maksa kamu cerita dia, lagian nggak terlalu penting juga buatku kok’. Aku
cuma khawatir sama kamu yang tiba-tiba deket sama dia” kata ku
“Tenang sobat,
aku akan baik-baik aja J” kata Melody.
Kata-kata Melody
yang seperti itu selalu membuatku tenang karena ia baik-baik saja. Tapi, aku
justru semakin penasaran dengan sesuatu yang ia dan Satria sembunyikan dariku
dan yang lain. Sebenarnya apa yang membuat mereka begitu dekat layaknya dua
orang sahabat yang sudah lama menjalani masa masa suka dan duka bersama.
Bahkan, aku rasa, aku dan Melody pun tidak pernah sampai sedekat itu.
Terlihat dengan
sangat jelasnya, bagaimana raut muka kegembiraan yang teramat sangat terlukis
pada wajah manis Melody saat ia dan Satria bercakap-cakap dan bercanda bersama.
Aku belum pernah melihat Melody seceria itu. Ikatan batin, ya semacam itu.
Terlihat pula bahwa mereka seperti mempunyai ikatan batin yang kuat diantara
keduanya.
Semua ini terasa
aneh bagiku. Namun, keanehan ini bukan hanya aku yang merasakan. Ternyata,
semua teman sekelas pun merasakan hal yang sama. Terutama Isna, si ratu
kecantikan di kelas.
Sejak pertama
masuk kelas X ini, Isna sudah terlihat suka dan menyimpan rasa pada Satria.
Setiap hari selalu cari perhatian Satria, rajin sekali berdandan, dan sering
membuat kekacauan di kelas dengan beberapa pengikutnya. Tapi, dengan sikap
dingin Satria, Isna selalu dibuat kesal karena tidak direspon sama sekali.
Hahahaha. Makanya, jadi orang biasa aja, jangan suka cari perhatian. Dicuekin,
jadi mati gaya deh, malu sendiri.
Disaat isu
kedekatan Satria dan Melody tercium oleh hampir semua warga SMA Taruna
Nusantara, Isna membuat gosip yang sangat tidak benar. Melalui jejaring sosial
yang sedang digandrungi para remaja, seperti Facebook dan Twitter, ia
meng-upload foto-foto kedekatan Melody dan Satria yang diambilnya secara
sengaja dan menuliskan “Cinta rahasia di kelas X – A”. Sontak, foto ini menjadi
bahan perbincangan di dunia maya. Tak hanya para murid SMA Taruna Nusantara
saja, guru-guru dan karyawan yang memiliki akun jejaring sosial tersebut pun tak
ketinggalan membahasnya.
Keesokan
harinya, aku, Melody, Satria, Isna, dan beberapa teman lainnya dipanggil ke
ruang BP. Terjadilah perdebatan sengit antara pihak Isna dan pihak Satria.
Pihak Isna terus membantah bahwa itu foto hasil editan dirinya yang dengan
sengaja dilakukan untuk mencemarkan nama baik Melody cs. Begitu pula pihak Satria,
kami tidak diam saja melihat Isna bicara. Aku dan teman teman lain ikut bicara
panjang lebar dan menjelaskan bahwa dalam foto tersebut bukan hanya ada Melody
dan Satria saja.
Dalam foto
tersebut tak ada sesuatu yang aneh. Sebenarnya, bukan hanya ada Satria dan
Melody saja, ada aku dan teman teman kelas X – A lain dalam foto itu. Kami
semua sedang duduk dan bercanda saat istirahat. Hanya saja, kebetulan Melody
duduk di sebelah Satria, kemudian kesempatan inilah yang di manfaatkan oleh
Isna untuk membuat heboh warga SMA Taruna Nusantara.
Mendengar penjelasanku dan teman yang lain,
guru BP kami memutuskan bahwa dalam kasus ini, Isna lah pelaku yang salah dan
ia berhak diberi hukuman. Namun, tiba-tiba Melody melarang guru BP untuk memberi
hukuman pada Isna. Melody berpendapat bahwa ini adalah pertama kalinya Isna
membuat masalah dan ia juga berkata bahwa mungkin Isna hanya sedang khilaf dan
Isna layak diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki perilakunya. Semua siswa
dalam ruang BP, termasuk aku dan Satria, tercengang melihat Melody masih mau
berbaik hati kepada Isna. Guru BP kami pun ikut bingung beserta kagum dengan
Melody, dan beliau memutuskan untuk tidak menghukum Isna namun tetap
mencatatnya dalam buku kasus.
***
Kejadian
menyebarnya foto dirinya dan Satria beberapa waktu lalu, ternyata tidak
menyurutkan kedekatan diantara mereka berdua. Bahkan, kini mereka semakin dekat
saja. Begitu pula dengan Isna, ia sudah memperbaiki sifatnya yang selalu
membuat onar dan hubungannya dengan Melody dan Satria pun sudah biasa saja,
layaknya teman yang lain. Hanya saja, ia masih belum bisa melepaskan dirinya
sendiri dari belenggu ‘make up’ yang selalu ia wujudkan dengan berdandan setiap
hari bahkan setiap ia punya kesempatan untuk berdandan, ia pasti akan bersolek.
Tetapi, yang penting kini keadaannya sudah jauh lebih baik dari kemarin.
Seharusnya
aku senang dengan keadaan yang membaik seperti ini, namun aku justru masih
merasa penasaran dengan kedekatan Melody dan Satria. Bahkan, rasa penasaran ini
sudah seperti tidak wajar. Aku mencoba mendekati Aldy, --orang yang kira-kira dekat dengan Satria--
dan menceritakan semua rasa penasaranku padanya. Seperti dugaanku, Aldy juga
menyimpan sebuah tanda tanya besar atas kedekatan Melody dan Satria.
“Dulu,
sebelum Satria sedekat ini dengan Melody, ia sering berkeluh kesah padaku
tentang hidupnya yang ia rasa hampa dan membosankan. Mungkin karena dia kurang
punya banyak teman yah.. Tapi sampai sekarang aku juga belum tahu alasan pasti,
yang membuatnya merasa bahwa hidupnya hampa dan membosankan. Aku juga sering
bingung sendiri dengan apa yang ia ceritakan. Jadi, setiap kali dia berkeluh
kesah aku hanya mendengar dan memberi sedikit motivasi lah agar ia lebih
semangat lagi. Satria yang sekarang sangat berbeda dengan Satria yang dulu.
Kini, aku melihat senyum bahagia yang tak pernah ku lihat sebelumnya di wajah Satria.
Ia jadi begitu ceria. Semenjak dekat dengan Melody, ia seperti orang yang telah
menemukan ‘soulmate’ lah istilahnya. Ia juga sekarang jarang berkeluh kesah
lagi padaku. Oh iya, satu lagi. Akhir-akhir ini ia sering sekali bercerita
tentang Melody dan kebaikannya. Hampir setiap hari ia bercerita kebaikan Melody
yang tak pernah ada habisnya.” cerita Aldy panjang lebar.
“Ya,
aku juga melihat banyak perubahan pada Melody setelah ia dekat dengan Satria.
Melody jadi tambah ceria, bahkan keceriaanya kali ini seperti tulus banget dari
hati kalau ia sedang benar-benar bahagia. Harusnya sebagai sahabatnya aku juga
ikut senang. Tapi entah mengapa aku malah merasa ada yang aneh.” timpalku.
“Aaaahhh,
jangan-jangan kamu suka sama Satria yaah? Hahaha” ledek Aldy.
“Aiishhhh!
Nggak lah! Mana mungkin aku suka sama orang yang dingin seperti itu, cuek
banget pula. Aku cuma aneh saja, orang dingin kaya Satria gitu kok bisa
tiba-tiba berubah begitu perhatian dan baik terutama ke Melody” kataku
“Hahaha,
santai Nad, aku hanya bercanda kok. Hmm , mungkin karena sifat Melody yang
mudah bergaul dengan siapa saja membuat Satria nya juga serasa cocok berteman
dengan Melody dan akhirnya mereka terlihat sangat akrab seperti orang yang sudah
bersahabat lama.” jawab Aldy.
“Iya,
aku juga sudah tahu itu, tapi apa kamu nggak penasaran dengan apa yang udah
ngebuat mereka begitu dekat?” balas ku.
“Iya
juga, aku penasaran banget malah” tambah Aldy.
“Lalu
apa rencana kamu untuk mengetahui sesuatu yang telah membuat mereka begitu
dekat?” kata ku.
“Kenapa
kita tidak mencoba untuk menanyakannya pada mereka?” jawab Aldy.
“Sudah,
bahkan sering. Tapi Melody tak mau membicarakannya dengan jelas padaku, ia
terkesan seperti menyembunyikannya dariku.” kata ku.
“Aku
ada rencana, tapi ini agak nekat dan aku nggak yakin kamu mau ngelaukin ini”
kata Aldy.
“Apa?
Aku akan lakukan apapun itu, rasa penasaran ini sudah menggebu-gebu dan aku nggak
mau terus menerus penasaran seperti ini. Katakan saja apa yang harus aku
lakukan.” kata ku sedikit memaksa.
“Kamu
yakin mau melakukannya?”
“YAKIN!”
jawabku mantap.
“Jika
mulut mereka belum bisa bicara tentang sesuatu yang membuat mereka begitu
dekat, mungkin benda lain bisa mewakilinya bicara” jawab Aldy perlahan.
“Apa
maksudmu? Benda apa? Coba jelaskan padaku” balasku penasaran.
“Handphone.
Mungkin mereka bisa saja menutup mulut mereka, tapi dengan handphone mereka,
kita mungkin bisa mengetahui sesuatu yang belum kita ketahui.”
“Hah?
Apa hubungannya dengan handphone, Aldy?” kata ku yang semakin bingung.
“Aduuuh,
Nadia! Jelas ada hubungannya ! Kita bisa mengetahui alasan mereka jadi begitu
dekat dari pesan singkat di handphone mereka. Pasti mereka sering sms-an kan?
Nah, pesan pesan singkat itulah yang akan menjelaskan semuanya pada kita.”
jawab Aldy.
“Oooohh,
iya iya kamu benar. Tapi bagaimana kalau pesan itu sudah dihapus?” balasku.
“Semoga
saja belum. Makanya itu , semakin cepat kita membaca pesan itu semakin baik.
Kita harus bisa membaca semuanya sebelum mereka menghapusnya.” kata Aldy.
“Jadi
maksudmu aku harus membuka-buka kotak masuk di handphone Melody ?!” bentak ku.
“Hey,
santai Nad! Nggak perlu membentak juga kali. Kan tadi aku sudah bilang, ini
rencanaku agak nekat. Kamu juga tadi udah yakin mau ngelakuinnya daripada kamu
penasaran. Iya kan?” kata Aldy.
“Hmmm,
ii ii iiyaa.. tapi aku nggak tega nglakuin itu. Apa sopan ? Selama ini, aku
sering pinjam handphone Melody tapi hanya sebatas minta file atau main game
saja, ga lebih.” jawabku lesu.
“Aku
tahu, aku juga nggak mau ngelakuin ini. Jadi gimana? Kita batalkan rencana ini
saja kah?” kata Aldy
“Jangan,
aku penasaran. Kita akan tetap ngejalanin rencana ini, besok saat istirahat
pertama. Aku akan cek pesan masuk dari Satria di handphone Melody, kamu cek
kotak masuk Satria. Setelah itu, istirahat kedua kita ke kantin tanpa
sepengetahuan mereka untuk membicarakan hal ini. Bagaimana ?” jawabku.
“Kamu tega Nad ?” tanya Aldy.
“Sebenarnya
mah aku nggak tega, tapi harus di tega-tegain. Maafkanlah aku Melody ..” kata
ku lesu.
“Oke
oke, aku juga harus di tega tegain. Maaf Satria.” kata Aldy.
***
Saat
istirahat pertama ..
“Hei
Melody, kamu mau kemana?”tanya ku.
“Aku
mau ke kantin sebentar, kamu mau ikut?” jawab Melody.
“Aa,
e, tidak, terimakasih, aku sedang ingin di kelas saja” jawabku sedikit gugup
“Oh
baiklah kalau begitu, aku tinggal yahh” kata Melody
“Eeh,
tunggu”
“Ya,
ada apa ? Mau nitip sesuatu?”
“E
.. e .. enggak, cuma mau tanya, aku boleh pinjam handphone mu?”
“Ah
kamu seperti tidak biasanya saja, ambil saja di kantong tas ku”
“Oke,
oke, aku pinjam yah”
Aku
pun menjalankan rencana Aldy. Perlahan, satu per satu aku cari pesan dari Satria.
Benarlah firasatku. Hampir semua pesan masuk di kotak masuk Melody berasal dari
Satria. Aku membacanya satu per satu dengan amat teliti. Sampai rincian
pesannya pun aku baca. Ternyata, setiap hari mereka saling berkirim pesan
singkat. Aku terus membaca sampai pesan yang bertanggal 2 minggu yang lalu.
Aku
terkejut begitu melihat pesan pesan yang sudah lama itu. Pesan-pesan tersebut
berisi semua curahan hati Satria tentang hidupnya yang begitu suram dan semua
hal yang belum sempat aku ketahui tentang mereka berdua. Aku sudah tidak sabar
ingin mendengar cerita tentang pesan- pesan Melody pada Satria yang tidak bisa
aku baca dari handphone Melody karena semua pesan terkirim di handphone Melody
sudah dihapus. Aku tunggu cerita dari Aldy yang juga sedang menjalankan hal
yang sama sepertiku. Eh! Aku kembali terkejut untuk kedua kalinya. Melody
datang. Sesegera mungkin aku menekan tombol keluar, dan mengembalikan handphone
pada Melody. Untungnya, Melody sama sekali tidak menaruh curiga padaku.
Saat
bel istirahat kedua berbunyi, aku bergegas menuju ke kantin. Disusul oleh Aldy
yang juga sudah tidak sabar untuk menceritakan hal yang telah ia temui di
handphone Satria. Aku dan Aldy duduk bersebelahan dan berebut ingin memulai
cerita terlebih dahulu. Aldy mengalah dan membiarkan aku cerita lebih dulu.
Setelah aku cerita, dilanjut oleh cerita Aldy.
Aku
benar-benar tidak percaya dengan semua ini. Kenapa Melody tidak pernah
menceritakan semuanya padaku? Kenapa ia menyembunyikannya dariku? Aku tidak
percaya ada orang yang bisa menyembunyikan masalahnya yang begitu berat ini
dibalik semua senyum dan tawa keceriaanya.
Melody
yang selama ini tak pernah bersedih, selalu ceria, dan kalau ia menyanyi pun
tak pernah menampakan raut muka sedih walaupun yang ia nyanyikan lagu sedih. Ternyata
ia punya masa suram yang hampir
membuatnya bunuh diri, kabur dari rumah dan menjadi orang yang patah harapan.
Hal yang membuatku bingung adalah mengapa ia tak pernah menceritakannya padaku,
malahan kepada si dingin Satria. Padahal, aku kan teman dekatnya. Sedangkan
Satria hanya pasien yang butuh motivasi dari Melody.
“Huh,
maksudnya dia apa sih? Apa aku tidak dianggapnya sebagai sahabat ?” kataku
kesal.
“Hei,
tenang kawan, aku juga nggak nyangka Satria mau terbuka gitu. Apalagi sama
perempuan. Selama ini dia memang sering berkeluh kesah padaku, tapi tak pernah
menceritakan sejelas dan sedetail itu. Apa lebih baik kita tanyakan saja pada
mereka berdua , Nad ?” kata Aldy.
“Apa?!
Kamu gila yah! Kalau kita tanya sama mereka , pasti mereka curiga, dan itu
berarti kita harus membongkar rahasia rencana kita tadi , kalau kita udah buka
– buka handphone mereka? Itu malah membuat keadaan semakin buruk, tau !!”
kataku dengan suara menggentak yang lumayan keras yang membuat semua warga
kantin terbelalak dan melihat ke arah aku dan Aldy.
“NADIA
? Kamuuu ..”
“Eh
! Melody ! Tunggu mel , aku bisa jelasin semuanya ! Melody ! Melody !” teriakku
sambil berusaha mengejar Melody.
“Udah,
nggak usah dikejar, dia butuh waktu buat nenangin diri dari pengkhianatan besar
ini!” kata Isna.
“Hey,
apa maksudmu pengkhianatan? Jangan asal bicara yah kalau tidak tahu apa-apa!”
omelku.
“Hey,
hey, hey, hellooooo! Apa kamu lupa dengan omonganmu tadi dengan Aldy? Rencana
kalian yang telah berjalan lancar itu loh … Apa seorang teman, uups .. sahabat
maksudnya, berani dan tega melakukan hal itu cuma gara-gara ingin tahu lebih
dalam privasi sahabatnya?” kata Isna lagi.
“Apa?
Memang apa saja yang sudah Melody dengar Is ?” tanyaku penasaran
“Dia
dengar semua pembicaraan kalian dari A sampai Z !”
“Tapi,
tadi aku sama sekali tidak melihat dia ke kantin Is ..”
“Bagaimana
kamu mau melihatnya? Kamu aja lagi ngomong serius banget sama Aldy, serasa
kantin milik kalian berdua aja” kata Isna ketus.
“Aduuh,
bagaimana ini? Aku jadi nggak enak sama Melody. Setiap saat dia selalu baik dan
menghiburku dengan suaranya yang merdu dan motivasinya yang membangun, dan dia
juga udah percaya dan deket banget sama aku, tapi aku malah mengkhianatinya,
aku menyesal, aku harus berbuat apa? Aku bingung!” sesal ku.
“Udahlah
Nad, nyesel nggak ada gunanya. Lebih baik kamu sama si Aldy sekarang cari
Melody dan bicara baik-baik padanya.” Kata Isna
“hah?
Aku? Kok aku ikut sih?” tanya Aldy dengan wajah tak berdosa.
“TENTU
SAJA! Kamu juga kan terlibat!” bentak Isna.
“hmm
.. baiklah , aku juga akan minta maaf padanya juga pada Satria” kata Aldy
***
Aku
dan Aldy mencari Melody ke seluruh sudut sekolah. Hanya nihil yang kami
dapatkan. Aku dan Aldy sudah seperti benturan molekul uranium, meletup tak
terduga --melakukan hal yang sulit dipercaya sahabat kami sendiri hanya karena
rasa penasaran yang mendidih dalam benak kami-- , menyerap --menyerap emosi
banyak orang-- , mengikat --mengikat kebencian antara kami dengan Melody dan Satria--
, mengganda, berkembang, terurai dan berpencar ke segala arah --rasa penasaran
ku telah mengganda dan terus berkembang hingga terurai menjadi suatu tindakan
bodoh dan membuat kami harus berpikir, berpencar ke segala arah otak kami agar
menemukan jalan terbaik yang membuat aku, Aldy, Melody, Satria kembali
bersahabat--.
Saat
aku dan Aldy hampir putus asa dalam pencarian ini, tiba-tiba aku ingat
perkataan Melody ‘...Aku sangat suka tempat yang sepi tapi sejuk saat aku
sedang sedih, galau, dan bingung…’. Aku dan Aldy bergegas menuju bukit di
belakang rumah Melody yang begitu asri.
Benarlah dugaanku. Melody sedang duduk ditemani MP3 player-nya yang
selalu setia menemaninya dan …. Astaga! Satria! Wow! Satria juga ada disana.
Aku dan Aldy bingung sekaligus senang. Bingung karena ada Satria di samping
Melody, dan senang karena dengan adanya Satria disana dapat meringankan bebanku
menjadi ‘anggota Missing Persons Squad FBI’ dadakan yang harus mencari orang
yang hilang entah kemana.
Tanpa
berpikir panjang, aku dan Aldy berlari menghampiri mereka. Awalnya, Melody
pergi menghindar, tapi Satria membujuknya untuk tetap duduk bersama kami.
Sebenarnya aku tipe orang yang cerewet dan banyak omong, tapi entah mengapa aku
menjadi diam dan hanya bisa berkata ‘MAAF’.
Perlahan Melody membuka mulutnya dan bercerita
kepada kami semua.
***
Ternyata
….
Melody
tidak seperti yang kita lihat biasanya. Dibalik senyum manisnya yang selalu
dipersembahkan pada kita, ia menyimpan sejuta tangis dalam hatinya. Hidupnya
penuh dengan masalah dan kisah-kisah yang suram.
Kekasaran
ayahnya terhadap dirinya dan ibunya yang selalu menghantui masa kecilnya. Pertengkaran
hebat yang sering terjadi antara ayah dan ibunya yang masih terus terngiang di
telinga Melody, hingga ia dititipkan kepada kakek dan neneknya sampai kondisi
rumah membaik. Kurangnya kasih sayang orang tua karena dari umur 4 tahun sampai
ia menikmati masa masa SD dihabiskan di rumah kakek dan neneknya. Hingga
puncaknya, saat Melody duduk di bangku kelas 3 SD, dimana seorang anak sedang
menikmati indahnya masa kecilnya bersama teman-teman yang mulai dekat
dengannya, ia disuguhkan dengan perceraian kedua orang tuanya. Perceraian ini
membuatnya harus memilih untuk tinggal bersama ayah atau ibunya.
Tentu
saja Melody memilih untuk tinggal dengan ibunya. Ia dan ibunya pun pergi dari
rumah mereka menuju rumah orang tua dari ibu Melody atau kakek dan nenek Melody
hanya dengan menggunakan ojek. Tak disangka, naas menghampiri, ojek yang
ditumpangi Melody oleng saat tersalip oleh truk besar dan membuat Melody dan ibunya
jatuh terpental. Ibu Melody baik-baik saja, namun Melody mengalami perawatan
kecil di kepalanya yang terbentur badan jalan karena ia tidak memakai helm.
Tidak
berhenti disitu masalahnya. Setelah kedua orang tua Melody bercerai dan Melody
memilih untuk tinggal bersama ibunya, masalah terus datang bertubi-tubi. Bahkan
Melody hampir saja kehilangan masa depannya karena semua berkas-berkas penting
seperti akte kelahiran dan raport Sekolah Dasarnya, ditahan oleh ayahnya. Tentu
saja tanpa berkas-berkas penting tersebut, Melody tidak akan bisa melanjutkan
sekolah. Untung saja, kakek Melody sangat antusias dengan masalah ini.
Bersamaan dengan ibunya Melody, beliau pergi ke sebuah lembaga di pusat kota untuk
mengajukan pembuatan akte kelahiran yang baru. Pengajuan ini ditolak
mentah-mentah oleh ketua lembaga tersebut karena alasannya dinilai kurang
logis. Ketua lembaga menyarankan agar Melody dan keluarganya meminta akte
kelahiran tersebut bila perlu secara paksa kepada ayah Melody, namun hal ini
sudah sangat tidak mungkin melihat seperti apa perlakuan ayahnya terhadap
Melody dan ibunya.
Kedua
kalinya, kakek dan ibu Melody kembali mengajukan hal yang sama. Hasilnya pun
tetap sama, yakni ditolak. Namun, tidak ada kata ‘MENYERAH’ dalam kamus Melody,
begitu pula dalam kamus kakek Melody. Ketiga kalinya, beliau mengajukan hal
yang sama disertai alasan yang lebih logis, bahkan sampai bercerita semua apa
yang telah terjadi termasuk tentang tidak harmonisnya hubungan ayah dan ibu
Melody. Sekeras apapun sebuah batu, apabila terus menerus ditimpa air pasti
akan lapuk juga. Begitu pula dengan hati sang ketua lembaga tersebut yang
akhirnya luluh dan menerima pengajuan yang telah ditolaknya hingga dua kali.
Semua
ini belum ada apa-apanya dibanding dengan masalah yang terus datang silih
berganti pada Melody dan keluarganya, yang membuat Melody hampir putus asa dan
mengakhiri hidupnya. Setelah ia berhasil melanjutkan pendidikan di Sekolah
Dasarnya yang baru dan ia juga selalu menjadi bintang di kelasnya tak membuat
Melody senang. Terkadang, ia merasa iri dengan kedekatan dan keharmonisan
teman-temannya dengan keluarga mereka yang selalu diantar dan dijemput saat
berangkat dan pulang sekolah. Jangankan meminta diantar atau dijemput, hanya
meminta waktu sedikit untuk bersama dengan ibunya saja, tidak ia dapatkan. Ibu
Melody sibuk dengan pekerjaan barunya setelah mengalami depresi berat akibat
perceraiannya, ditambah dengan cemoohan dari mulut tak bertanggungjawab tetangga
yang sangat tidak pantas untuk dijadikan perbincangan.
Semua
ini membuat Melody menjadi begitu sedih dan putus asa hingga ia mengambil pisau
yang awalnya hanya untuk mengiris daun-daun mainan, untuk kemudian ia goreskan
ke tangannya. Melody beruntung, Tuhan masih menginginkan ia hidup melalui
pembantu di rumah Melody yang mengehentikan kejadian mengerikan itu. Semenjak
itu, Melody menjadi sangat dekat dan akrab dengan pembatunya melebihi
keakrabannya dengan ibunya. Melody sering bermain bersama pembantunya, bahkan
bercerita semua tentang sekolahnya, layaknya manjanya seorang anak terhadap
ibunya.
Seiring
berputarnya bumi pada porosnya, yang membuat siang berganti malam, hari
berganti hari, hingga minggu dan bulan pun berlalu, sampai tahun pun berganti
dengan tahun tahun yang baru, masalah tetap harus dilalui Melody yang malang.
Pembantu kesayangan melody harus pergi meninggaklkan Melody untuk
selama-lamanya dikarenakan sakit keras. Sungguh tak bisa dibayangkan betapa
sedihnya Melody kehilangan orang yang begitu dekat dengannya.
Seperti
kata pepatah, dibalik semua cobaan pasti ada hikmahnya. Setelah kepergian
pembantu Melody, perlahan-lahan ibu Melody menyadari kurangnya kedekatan
dirinya dengan Melody dan mulai sering ada di rumah. Hal ini membuat Melody
sedikit merasakan bahagianya hidup bersama orang tua walaupun tidak lengkap.
Tapi kebahagiaan ini tidak berlangsung lama, semuanya berubah setelah ibu
Melody menikah lagi dengan orang yang sebenarnya baik, hanya saja ia pekerja
keras yang pasti tidak akan punya banyak waktu luang untuk bersama dengan
Melody. Awalnya, Melody meminta agar ibunya tidak menikah lagi karena trauma
dengan kekasaran ayah kandungnya. Namun, saat Melody beranjak dewasa, ia
menyadari bahwa ibunya membutuhkan seorang pendamping hidup.
Pada
awal pernikahan ibunya, semua terasa lebih indah. Selang beberapa bulan, ibu
Melody ikut bekerja di perusahaan ayah tirinya tersebut yang mana membuat
Melody kekurangan kasih sayang dari orang tua lagi. Padahal, saat itu Melody
sedang disibukkan dengan segudang aktivitas yang menuai prestasi gemilang di
SMP nya. Semua prestasi hancur seketika karena pikiran Melody yang buyar dan
kurangnya dukungan dari orang tua yang selalu sibuk dengan pekerjaannya.
Jadilah pribadi Melody yang sangat berbeda dengan sekarang. Ia malas belajar,
tugas tidak pernah dikerjakan, bolos sekolah, bahkan sering kabur dari rumah
dan menginap di rumah teman dekatnya karena bosan.
Suatu
hari, Melody mendengar alunan musik yang begitu indah dan merdu. Melodinya
begitu menenangkan hati. Nada-nadanya pun tersusun rapi dan berbunyi secara
bergantian dengan indahnya. Ia begitu meresapi nada demi nada yang ia dengar.
Awalnya, Melody tidak terlalu memperhatikan musik secara detail. Ia hanya suka
mendengarkan dan mengetahui sekilas. Tapi semenjak ia punya masalah, lalu ia
mendengarkan musik, dengan kemampuannya menjelajah internet, ia browsing
beberapa genre musik di internet. Menurutnya, beberapa genre musik dapat
diibaratkan seperti hidup kita. Misal, genre musik pop mewakili keindahan hidup
kita yang membuat kita senantiasa bahagia sampai bernyanyi-nyanyi, atau genre
rock yang terkesan keras di telinga, tetapi apabila sering didengarkan, telinga
kita juga akan terbiasa, yang mana menggambarkan kerasnya hidup yang membuat
kita sedih, tapi harus tetap tegar dan semangat menjalaninya terus hingga kita
terbiasa dengan kerasnya masalah dalam hidup dan membuat kita lebih kuat dan
tegar dalam menjalani hidup.
Maka,
lahirlah Melody yang baru. Melody yang kita kenal sekarang ini. Melody yang
selalu tersenyum ceria dan tegar walau hatinya menangis.
***
Aku
terdiam seribu bahasa dan tak terasa aku meneteskan air mata. Aku hampir tidak
percaya dengan semua kisah miris yang ia ceritakan tadi. Melody bercerita
sampai pingsan. Mungkin ia kelelahan bercerita panjang lebar yang dibarengi
dengan tangis yang tiada hentinya. Akhirnya, kami bertiga mengantar Melody ke
kamarnya untuk beristirahat dan cerita dilanjutkan oleh Satria.
Aku
benar-benar menyesal telah melihat Satria dari satu sudut pandang saja.
Ternyata ia begitu baik dan perhatian, khususnya terhadap Melody. Melody
memiliki kepekaan yang begitu tajam hingga ia dapat melihat sisi baik dari
seorang yang dingin seperti Satria.
Kini
aku tahu, apa alasan Satria selalu bersikap dingin dan cuek. Satria terlalu
memikirkan dan terus membawa masalah hidupnya terutama keluarganya yang
‘broken’ yang mana membuat hidupnya serasa begitu suram kedalam lingkup sekolah
sehingga ia terlihat dingin dimata banyak orang. Karena kesamaan masalah itulah
yang membuat Melody terbuka menceritakan semuanya pada Satria. Satria berkata
bahwa sebenarnya Melody juga ingin bercerita kepadaku, tapi Melody belum siap
menungkapkan karena ia takut aku tidak mengerti apa yang ia rasakan. Mungkin
benar saja jika Melody hanya bercerita kepada Satria, karena Satria juga
mengalami hal yang hampir sama dengannya, maka mereka dapat saling berbagi
cerita dan motivasi agar lebih tegar lagi dan hal ini membuat mereka terlihat
begitu dekat dan akrab. Satria juga bercerita bahwa mereka sempat bertengkar
karena Satria selalu mengatakan kata-kata seperti orang yang putus asa, namun
tanpa lelah sedikit pun Melody terus memberi motivasi yang membuat Satria
terbangun dari keterpurukannya itu.
***
Jarum
berwarna merah terus berputar mengiringi setiap detik yang terus berjalan.
Jarum penunjuk menit pun telah bertemu dengan angka 12 lagi. Ya, satu jam sudah
berlalu, namun Melody masih saja belum terbangun dari pingsan. Mungkin Melody
kelewat lelah, lalu pingsan dan tertidur pulas.
Kami
tidak ingin mengganggunya. Kami membiarkannya tidur dan kami pun bercakap-cakap
di kamar Melody. Kamar Melody begitu indah. Berwarna biru muda seperti warna
kesukaannya, dan dihiasi gambar-gambar animasi kesukaan Melody yang ia gambar
sendiri pada dinding kamarnya itu. Walaupun ukurannya tidak terlalu besar,
karena penataan yang rapi membuat kamar tersebut serasa sangat lega. Tidak ketinggalan
dengan piano dan gitar kesayangan Melody.
Di
sebelah meja belajar Melody terdapat rak kecil berisi album foto, gambar-gambar
karyanya yang dibukukan dan beberapa benda unik koleksi Melody. Satria dan Aldy
tertarik untuk melihat foto dan gambar-gambar karya Melody. Sedangkan aku
sendiri lebih tertarik melihat – lihat benda unik Melody.
Betapa
kagetnya aku setelah membuka kotak aneh berwarna merah kusam. Didalamnya
terdapat banyak sekali obat. Obat-obatan tersebut dikelompokkan menjadi 8
bungkus. Aku yang tidak tahu menahu tentang obat-obatan segera menanyakan pada
Satria yang memang kebetulan sangat paham dengan masalah-masalah mengenai
kedokteran.
“Ini
ketese, ini zaldiar, yang ini e .. e .. torasik, trus kalau yang satu ini tra..
eh .. apa yah? Oh, aku ingat, ini namanya tramal. Hafal kan aku, calon dokter,
hehehe” canda Satria
“Iya
deh iya, Dr Satria ..”
“Hei,
tunggu tunggu! Itu obat siapa? Kenapa bisa ada di tanganmu? Apakah itu
punyamu?! Stadium berapa kamu?!” teriak Satria tiba-tiba.
“Eh
kamu ini, jangan ngaco deh ngomongnya. Aku tahu, kamu ingin jadi dokter, tapi nggak
perlu ngomong stadium-stadium segala kaliiii… Kamu kira kanker! Jangan asal
deh, so iye!” bentakku.
“Aku
nggak asal ngomong Nad. Aku serius. Itu semua satu jenis obat. Obat-obat itu
masih satu kawanan. Mereka obat yang ditugaskan untuk mengurangi rasa sakit
kepala pada penderita kanker otak. Makanya aku tanya, udah stadium berapa.”
kata Satria.
“Apa?!
Kanker otak? Maksudmu Melody menderita kanker otak?!” kataku kaget.
“HAH?!
Melody! Jangan bilang kalau obat itu milik Melody!” seru Satria.
“Apa
boleh buat, aku harus bilang kalau obat ini memang milik Melody” kataku lesu.
“Jadii….”
“Ayamku!
Hahahaha” tawa Aldy.
“Nggak
lucu” kataku singkat.
“Lagian
kalian kenapa sih? Serius banget dari tadi. Nih, liatin dong gambar – gambarnya
Melody. Keren keren tahu.”
“Kamu
liat ini deh, ada banyak obat pengurang rasa sakit kepala pada penderita kanker
otak di kotak aneh milik Melody.” kata Satria mencoba menjelaskan pada Aldy.
“Melody
sakit? Kanker otak? Stadium berapa? Parah nggak? Masih bisa sembuh nggak?”
tanya Aldy panik.
“Nah
itu dia yang kita juga belum tahu pasti. Kita tunggu Melody bangun, lalu pelan
– pelan kita tanyakan padanya.” Kataku
“Eh,
tuh Melody udah bangun” kata Aldy.
***
“Eh,
kalian .. Sudah lama?” kata Melody lirih.
“Nggak
kok , seberapa lama waktu yang terlewati oleh kami, jika dihabiskan bersama
sahabat sebaik kamu akan tetap terasa sebentar. J Kamu udah enakan? Keliatannya
kamu kelelahan yah? Tidurmu pulas sekali..” kata ku.
“Uhh..
Maaf yah, aku jadi merepotkan kalian. Aku udah nggak apa – apa kok. Kalian
kalau capek, istirahat aja .. Aku baik – baik aja J” kataku.
“Nggak
Mel, kami nggak merasa direpotkan, kami malah senang. Eh, boleh kami tanya
sesuatu ?” lanjut Satria.
“Oh,
tentu aja boleh. Tanya apa ?” tambah Melody.
“Hmm..
Maaf sebelumnya, kalau kami udah lancang Mel .. Tadi sewaktu kamu tidur, kami
sempat lihat – lihat benda – benda di kamarmu ini, terutama yang unik – unik.
Nah, trus aku nggak sengaja buka kotak merah kusam yang aneh dan ternyata
disana ada banyak obat. Lalu, menurut sepengetahuan Satria yang calon dokter,
katanya itu obat peringan sakit kepala bagi penderita kanker otak. Eeemm, apa
kamu sedang menderita suatu penyakit, khususnya kanker otak ?” tanyaku dengan
perasaan agak takut.
“Oh
itu, bukan. Itu hanya obat sakit kepala biasa kok. Aku memang sering tiba –
tiba sakit kepala, pusing gitu. Tapi bukan kanker otak, kalian tenang aja.”
Kata Melody meyakinkan kami.
“Tapi
Mel, itu kan obat untuk penderita kanker otak?” tambah Satria.
“Ahh
kamu salah baca buku pedoman kali. Awas lho, besok kalau udah jadi dokter bisa
– bisa kamu salah kasih obat ke pasien.. haha” kata Melody mulai mengajak
bercanda.
“Hmm,
sebenarnya aku yakin banget kalau itu obat untuk penderita kanker otak, tapi
semoga saja omonganmu itu benar. Aku harap kamu baik – baik saja Mel, aku nggak
mau kehilangan kamu.” Lanjut Satria.
“Ciee..ihiiirrr..
asiiik euyy, Satria perhatian banget .. so sweet.. haha” ledek Aldy.
“Hei,
do you know the truth, Aldy? Dibalik kata CIE tersimpan sejuta
kecemburuan. [C] ause [I] am
[E]nvy, hahaha berarti kamu cemburu padaku dan Satria, hahaha” balas
Melody meledek.
“Aiiish,
bukan itu maksudku.” Kata Aldy kesal.
“Sudahlah
sudah, kita nyanyi-nyani aja yuk, bosan nih” kataku.
“Ide
bagus!” kata Melody.
Kami
berempat pun bernyanyi bersama. Yah walaupun hanya Melody yang terlihat
menonjol. Melody menyanyi sambil bermain gitar. Suaranya sangatlah merdu, nada
– nada dapat ia nyanyikan dengan gayanya sendiri, tak terkecuali dengan nada
tinggi sekalipun, mampu ia taklukan. Begitu pula dengan melodi gitar, mampu ia petik
dengan indahnya. Semua ini telah membuat ‘bosan’ ku pergi ke segitiga bermuda.
Kami
tak hanya bernyanyi saja, aku minta untuk diajarkan menyanyi oleh Melody.
Senangnya hatiku ternyata Melody mau mengajarku. Satria dan Aldy juga minta
diajarkan bermain gitar oleh Melody. Melody pun melatih kami bertiga dengan
sabar.
***
Tuan
Surya tak pernah lelah untuk terbit dan tenggelam setiap hari. Ia selalu
melakukannya agar manusia mengetahui bahwa siang telah berganti dengan gelapnya
malam. Seiring muncul dan menghilangnya tuan Surya yang berhari – hari tanpa
henti, aku dan kedua sahabat baru ku --Satria dan Aldy-- juga terus menerus
belajar musik pada Melody. Kami benar – benar ingin bisa musik.
Sudah
satu bulan lebih kami berguru pada Melody. Diiringi niat yang mendarah daging,
tentu saja membuahkan hasil yang manis. Kini Aldy dan Satria sudah lihai
memetik senar gitar. Sedangkan aku sendiri, ya lumayan ada peningkatan lah. Aku
yang pada awalnya sangat tidak peduli terhadap nada – nada yang ada pada lagu
yang sedang ku nyanyikan, kini aku mulai memahami melodi – melodi setiap lagu,
dan kini sedang dalam tahap pembelajaran menyanyikan lagu yang menantang dengan
nada - nada tinggi
Hari
ini adalah hari Minggu. Aku sengaja berangkat lebih pagi ke rumah Melody agar
mendapatkan giliran pertama yang diajarkan oleh Melody sekaligus waktu pengajaran
yang cukup lama. Aku sudah benar – benar tergila – gila dengan musik.
Sesampai
di rumah Melody, ternyata Melody belum siap untuk menerima tamu. Dia belum
mandi dan kamarnya pun masih berantakan. Ku tengok kembali jam tanganku, dan
kulihat jarum pendek masih berada di antara angka 6 dan angka 7. Waktu yang
terbilang masih sangat pagi untuk ukuran waktu pada hari Minggu. Akhirnya aku
belajar sendiri di kamar Melody sembari menunggu Melody selesai mandi.
Bernyanyi
saja tak membuatku puas. Aku mengambil gitar Melody yang tergeletak dan mencoba
– coba memetik senarnya. Susah bukan main. Ternyata memetik gitar tak semudah
melihat orang lain bermain gitar. Diperlukan jari – jari yang berbakat. Melody
bilang, “Asalkan kita enjoy dengan gitar, pasti gitar juga akan enjoy dengan
kita. Mainkanlah dengan hati, Insyaallah kamu bisa” Tapi tetap saja aku tidak
bisa sepandai Melody. Satria dan Aldy pun sepertinya tidak akan bisa
mengalahkan Melody.
Aku
mencari buku – buku tentang gitar dan kunci – kunci gitar di setumpukan buku musik
koleksi Melody. Tiba – tiba aku menemukan suatu amplop coklat seperti surat
penting. Anehnya, mengapa Melody begitu ceroboh menyimpan surat penting diantara tumpukan buku dan
kertas berisi kunci – kunci gitar seperti ingin menyembunyikan surat penting
itu. Di pojok bawah amplop tertuliskan “ R S MRCCC Siloam”. Aku tidak tahu nama
apa itu. Mungkinkah nama studio musik ? Ataukah nama sanggar musik? Hanya satu
yang aku yakin, pasti ada hubungannya dengan musik.
Saat
Melody selesai mandi, aku menanyakan perihal surat aneh tersebut. Melody hanya
menjawab bahwa itu amplop dan surat tidak penting yang akan dibuangnya tapi ia
lupa, hingga akhirnya ia tumpuk
bersamaan dengan setumpukan kertas musik. Entah mengapa, aku rasa Melody bohong
padaku. Namun aku tak mengungkapkan kecurigaanku di hadapan Melody. Aku
mengambil amplop tersebut dan menyembunyikannya di dalam tas ku.
Setibanya
Satria dan Aldy di rumah Melody, suasana menjadi lebih ramai dan seru. Ingin
rasanya menghabiskan waktu terus seperti ini. Disaat Melody sedang membuat
cemilan tambahan untuk kami, aku mulai membicarakan tentang amplop coklat yang
aneh tadi kepada Aldy dan Satria. Begitu terkejutnya Satria setelah kuperlihatkan
amplop itu. Dugaanku salah besar. Amplop tersebut sama sekali tidak ada
hubungannya dengan musik. Nama “ R S MRCCC Siloam ” yang tertuliskan pun bukan
nama studio atau sanggar musik seperti dugaanku sebelumnya. Kepanjangan dari R
S MRCCC sendiri adalalah Rumah Sakit Mochtar Riyadi Comprehensive Cancer
Center. Menurut sepengetahuan Satria, itu adalah salah satu dari hanya dua
rumah sakit yang ada di Indonesia yang melayani penderita kanker atau dengan
kata lain rumah sakit spesialis kanker.
Melody datang membawa cemilan untuk kami dan
menanyakan apa yang telah terjadi setelah melihat wajah yang sedih di muka
kami. Satria pun menjelaskan semuanya, dan menanyakan tentang penyakit yang
sedang diderita Melody. Awalnya Melody enggan menceritakannya, namun setelah
kami semua membujuknya, ia pun mulai bercerita tentang penyakit mematikan yang
telah lama dideritanya.
Semua
berawal dari benturan yang cukup keras saat kecelakaan dulu yang pernah Melody
ceritakan. Sebenarnya dulu dokter juga sudah tahu bahwa akan ada dampak di masa
depan akibat kecelakaan itu, namun dokter belum tahu pasti apa dampak tersebut.
Saat itu dokter hanya menghimbau pada Melody agar selalu hati – hati menjaga
kepalanya dan dianjurkan untuk selalu berkonsultasi apabila ia merasakan sakit
kepala.
Sampai
sekarang, orang tua Melody belum tahu tentang penyakit kanker otak ini. Saat
aku bertanya mengapa ia tidak meberitahukannya, malah Satria yang menjawab.
Satria berkata bahwa jika ia ada di posisi Melody, ia juga akan melakukan hal
yang sama.
“Aku
tidak ingin mengganggu pekerjaan mereka. Mereka terlalu sibuk dengan
pekerjaannya masing – masing dan tak pernah punya waktu denganku, jika aku
meminta waktu untuk bersama mereka, mereka selalu berkata ‘maaf sayang, kami
sibuk, lain kali aja yah’ selalu saja begitu. Aku tahu mereka cari uang untuk
ku dan keluarga. Memang segalanya butuh uang, tapi uang bukanlah segalanya.
Masih ada cinta dan kasih sayang di dunia ini, dan itulah yang aku butuhkan
dari mereka kini. Aku sudah bosan mengingatkan mereka tentang semua ini. Bila
esok aku mati, aku rela. Aku harap dengan kematianku karena penyakit ini, bisa
membuat mereka sadar bahwa uang bukanlah segalanya dan anak – anak mereka bukan
hanya butuh uang, tapi juga perhatian, kasih sayang dan cinta. Jika memang
sebentar lagi aku akan mati, masih ada adikku, semoga adikku mendapatkan kasih
sayang dan cinta yang lebih layak dari apa yang aku dapatkan.” kata Melody
panjang lebar.
Aku
terharu mendengar penjelasan Melody. Aku ingin sekali membantunya, tapi aku
sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Aku ingin memberitahukan orang tua Melody
tentang penyakitnya agar mereka lebih perhatian pada Melody, tapi Melody
melarangku. Apa boleh buat, aku hanya bisa menghiburnya, membuat hari – harinya
lebih indah walau tanpa perhatian dari orang tuanya, namun masih ada aku dan
sahabat yang lain yang dapat membuatnya merasa bahagia.
Mengenai
kanker otak yang dideritanya, Melody berkata bahwa sudah memasuki stadium 2 dan
memerlukan operasi tahap satu agar tidak menambah stadiumnya. Namun, biaya
untuk operasi tersebut bukanlah uang yang sedikit. Dibutuhkan uang sekitar Rp
37.000.000,00 untuk biaya operasi ditambah beberapa obat pembantu. Aku, Satria
dan Aldy sudah sepakat untuk menggalang dana demi operasi itu. Tapi, Melody
sangat tidak setuju dengan rencana ini dan ia tidak ingin melakukan operasi.
Melody ingin membiarkan kanker otak untuk terus bersarang di otak dan kepalanya
agar saat ia meninggal kelak, orang tuanya sadar akan kurangnya perhatian mereka
terhadap anak – anak mereka. Untuk kali pertamanya, kami --aku, Satria dan Aldy--
tidak setuju dengan Melody. Kami terus membujuknya agar mau operasi. Maslalah
biaya, kami yang akan tanggung.
Setelah
mempertimbangkan beberapa hal, akhirnya Melody pun mau melakukan operasi dengan
beberapa syarat. Syarat yang pertama adalah ia tidak ingin ada orang yang tahu
termasuk orang tuanya, jika ia menjalani operasi, sehingga ia juga tidak akan
meminta sepeser pun kepada orang tuanya untuk masalah biaya. Syarat kedua, ia
tidak ingin semua biaya ditanggung oleh ketiga sahabatnya. Ia ingin menggunakan
tabungannya sendiri karena ia tidak mau merepotkan sahabatnya. Jika tabungannya
masih belum mencukupi, baru ia mengizinkan sahabatnya membantu, itu pun Melody
harus terlibat. Aku pun punya ide untuk menggunakan musik sebagai media kami
mencari tambahan biaya, tentu saja Melody juga akan terlibat.
Setelah
dicek, ada uang berjumlah Rp 33.000.000,00 dari dua tabungan milik Melody.
Bagiku, itu adalah uang yang sudah sangat banyak. Bahkan ketiga tabunganku pun
jika dijumlahkan tidak mencapai angka 30 juta. Padahal, jika ingin, Melody bisa
mendapat uang lebih banyak untuk biaya dari beberapa kartu kredit yang
difasilitaskan orang tuanya kepadanya. Namun, sudah hampir 5 bulan ia tidak
pernah menggunakan fasilitas itu. Bahkan, jika ia mau meminta langsung cash Rp
37.000.000,00 kepada orang tuanya pun, dapat langsung ada di depan mata. Tapi
ia sama sekali tidak tertarik untuk melakukan hal itu.
Kini
dibutuhkan uang sekitar Rp 4.000.000,00 lagi untuk sampai pada batas cukup.
Sehubungan dengan akhir semester, pastilah setiap sekolah akan mengadakan acara
perpisahan. Kami akan mencari dana dengan menjadi band pengisi acara perpisahan
di sekolah – sekolah yang belum mempunyai band sendiri. Tidak hanya di SMA /
SMK saja, tetapi juga di SMP/Mts bahkan perpisahan setingkat SD pun kami
jamahi. Hasilnya cukup memuaskan. Sebentar lagi, kami mencapai target. Hanya
sekali lagi kami tampil dalam satu acara, target pun tercapai.
Tiba
saatnya kami tampil dalam acara terakhir kami, acara perpisahan SD Negeri Nusa
Indah. Kami tampil membawakan beberapa lagu pop yang bermelodi ceria dan menggambarkan
suasana anak – anak SD. Melody menyanyi begitu merdu dan indah, aku pun
berusaha mengimbanginya. Satria dan Aldy juga tampil maksimal.
Setelah
selesai, kami kembali ke base camp
--kamar Melody--. Disini, kami kembali menghitung uang untuk memastikan kalau
semuanya sudah cukup. Tiba – tiba Melody mengajak Satria , Aldy dan aku ke
bukit di belakang rumah Melody. Kami berempat pun ke sana dan tiduran di sana.
Sejuk sekali, dan dapat terasa indahnya dunia ini.
“Aku
senang sekali punya sahabat seperti kalian, terimakasih kalian telah menjadi
sahabatku” kata Melody tiba-tiba.
“Kita
juga senang, bahkan bangga punya sahabat sepertimu, Melody.” jawab Satria.
“Kalau
aku meninggal nanti, kalian akan tetap bersahabat bukan?” lanjut Melody.
“Jangan
ngelantur gitu dong ngomongnya, semangat! Kamu pasti sembuh, aku yakin itu,
kamu juga yakin, bukan ?” tambahku.
“Nggak,
aku nggak yakin..Emm, satu lagi, kalau aku sudah tiada nanti, apa kalian akan
berhenti bermain musik?” kata Melody semakin aneh bicaranya.
“Kamu
jangan putus asa seperti itu, kamu sendiri yang pernah bilang sama kita tidak
ada kata menyerah di kamusmu, kemana Melody yang penuh semangat seperti dulu?”
kata Satria.
“Aku
nggak nyerah kok, aku cuma tanya aja kalau seandainya aku meninggal nanti, apa
kalian akan tetap cinta musik? Jawab dong..” lanjut Melody.
“TENTU
SAJA! Always and forever!” jawab kami bertiga bersamaan.
“ Baiklah,
aku ingin nyanyi lagi nih .. ayo mainkan!” teriak Melody penuh semangat.
Bukit ini terlihat semakin indah dan terasa
sejuk saat empat bersahabat seperti kami menyanyi bersama diiringi alunan gitar
yang merdu. Kami menyanyikan bannyak lagu, terutama lagu-lagu tentang
persahabatan, yang menggambarkan betapa indahnya persahabatan kami.
“Sekarang
yang main gitar kamu aja deh sama Satria, aku capek, aku sedang ingin nyanyi aja
sambil tiduran memandang langit” tambah Melody lagi.
“Oke,
intronya?” kata Satria.
“Am
G F G ” kata Melody.
“Takkan
selamanya , tanganku mendekapmu ..
Takkan selamanya , raga ini menjagamu ..
Seperti alunan detak jantungku,
Tak bertahan melaawan waktu
Dan semua keindahan yang memudar
Atau cinta yang telah hilang ..
Tak ada yang abadi .. Tak ada yang abadi ..”
Melody pun mulai bernyanyi.
“Lagu
apa ini? Asyik, tapi aku belum pernah mendengarnya, lagu karanganmu kah?” tanya
ku di saat sedang kembali ke intro.
“Bukan,
ini lagu lama, ikuti saja nadanya” jawab Melody singkat.
Walau
tidak tahu liriknya sama sekali, tapi
aku tetap bernyanyi sampai nada terakhir. Alunan nada dalam lagu ini begitu
indah --seindah pemandangan yang kami lihat dari atas sini-- dan menghasilkan melodi yang begitu
menyejukkan hati --sesejuk suasana di atas bukit bersama sahabat – sahabat
tersayang--. Apalagi saat akhirannya, liriknya begitu dalam dan suara merdu Melody menambah indah akhiran
lagu tersebut. Melody pun sampai terpejamkan matanya karena terlalu
menghayatinya.
Dalam
keheningan ini, tiba-tiba Satria mengagetkanku dan Aldy. Melody telah pergi
untuk selamanya. Melody pun dibopong oleh Satria ke kamarnya, dan aku dituntun
oleh Aldy karena jalanku yang sempoyongan ditambah air mataku yang tak berhenti
menetes.
Aku
benar – benar tak menyangka akan secepat itu. Padahal kami telah bersusah payah
bersama untuk mendapatkan biaya operasi dan rencananya besok Melody akan
menjalani operasi itu. Namun Tuhan berkata lain, Tuhan menyayangi Melody hingga
Tuhan menjemputnya lebih dulu agar Melody tak merasakan betapa sakitnya
dioperasi. Biaya operasi yang telah kami dapatkan bersama pun tak kami gunakan
sendiri. Aku menyarankan biaya itu untuk diberikan kepada penderita kanker lain
yang memerlukan biaya.
***
Aku,
Satria, Aldy, teman-teman, kakak-kakak kelas
beserta semua guru dan karyawan SMA Taruna Nusantara dan tentu saja
seluruh keluarga Melody hadir dalam pemakaman Melody. Semua orang yang
menyayanginya hadir untuk mengantarkan ke tempat peristirahatan terakhirnya. Orang
yang merasa sangat menyesal disini adalah orang tua Melody tentunya. Mereka
tidak tahu menahu tentang penyakit Melody tiba-tiba anaknya yang begitu baik
dan disayangi oleh banyak orang itu kini pergi meninggalkan mereka.
Kini
melody telah tenang di alam sana. Tak lagi merasakan sakitnya kanker otak di
kepalanya. Disini, orang tua Melody pun telah berubah menjadi lebih perhatian
terhadap adik Melody dan sering berada di rumah. Mereka telah belajar dari
pengalaman ini.
Aku,
Satria dan Aldy tetap bersahabat dan tak pernah berhenti bermain musik. Melody
telah mengajarkan kami begitu banyak hal tentang kehidupan. Kehidupan yang
harus selalu dijalani dengan senyuman , dan apabila kita merasa tak sanggup
menjalani hidup, Melody selalu mengajarkan kami dengan musik yang membuat kami
lebih baik. Tentu saja, kami tak akan pernah melupakannnya. Setiap hari,
sepulang sekolah, kami datang mengunjungi makam Melody.
Aku,
Aldy dan Satria jadi lebih sering ke bukit walau hanya untuk duduk dan
memandang langit. Kami sangat rindu kehadiran Melody disini. Namun Melody sudah
tak mungkin kembali lagi. Seperti halnya sebuah lagu, pasti akan ada habisnya.
Seindah apapun melodi sebuah lagu, pasti tetap akan ada akhirnya. Begitu pula
hidup, sebaik apapun seseorang di dunia pasti kelak akan meninggal. Namun
melodi dalam sebuah lagu berbeda dengan melodi persahabatan kami. Melodi dalam
lagu boleh saja berakhir ketika semua nada telah dibunyikan, namun melodi
persahabatan kami akan tetap ada meski Melody telah pergi meninggalkan kami.
Suatu saat nanti, semoga saja kami dipertemukan kembali di alam sana. Amin.
Satria
yang begitu kehilangan sang motivator, kini perlahan mulai mengikhlaskan
Melody, dan berkata ..
“Walau
ragamu kini sudah tak bersama kami lagi, namun kebaikanmu, jasamu, motivasi-motivasimu,
senyummu, keceriaanmu, dan suaramu yang merdu akan selalu terkenang dalam hati
kita semua Melody. Disini, di tempat kesayanganmu, kau menyanyikan lagu indah
yang begitu dalam menyentuh hati kita semua, lagu yang membuat kami terharu
akan perjuanganmu, lagu tentang persahabatan kita. Bahkan lagu yang
mengantarkanmu ke pangkuan Tuhan dan saat itu pula kau menyanyi untuk yang
terakhir kalinya. Nada indah terakhir yang keluar dari mulut manismu tak akan
pernah aku lupa. Mungkin ini memang nada terakhirmu yang dapat aku dengar di
dunia, namun aku yakin kamu tak akan pernah berhenti bernyanyi di surga sana.
Tunggu aku disana, dan kita akan menyanyi bersama, terus dan terus tanpa ada
nada terakhir.”
~SELESAI~