Senin, 04 Juni 2012

NADA TERAKHIR MELODY





karya : panji rani h       

                                     

 NADA TERAKHIR MELODY

Earn Melody Zulfa, gadis manis kelas X - A  SMA Taruna Nusantara yang sangat menyukai musik, dan bersuara merdu adalah teman sebangku ku. Dia baik, cantik, perhatian, dan  termasuk  siswa yang pintar walau bukan bintang kelas. Dia juga aktif di organisasi organisasi sekolah dan orangnya mudah bergaul dengan semua siswa disini bahkan dengan kakak kelas dia mudah sekali akrab. Oleh karena itu, ia punya banyak sekali teman dan selalu terlihat ceria.
“  Nadia ! Nadia ! woy !!” teriak Melody mengagetkanku.
“Jangan melamun, kamu kenapa? Baik - baik saja, bukan ? Kalau ada sesuatu yang membuatmu gelisah, ceritakan saja padaku .. Siapa tahu aku bisa membantumu, ya walaupun hanya sekedar memberi motivasi J ..” kata Melody dengan cepatnya.
“ Hmm .. Aku baik – baik saja Mel .. “ jawabku singkat.
“ Bohong! Aku tahu kamu, tidak biasanya kamu melamun seperti ini, pasti ada sesuatu. Ayolah cerita saja padaku, aku pasti mendengar dan memberimu solusi” tambah Melody.
“Tidak, aku tidak mau cerita” kataku lesu.
“Jangan seperti itu, kalau kamu tidak mau cerita, nanti malah terus jadi beban buat kamu, ayo cerita saja, aku siap dengerin kok” bujuk Melody.
“Ahh, paling nanti kamu juga nggak ngerti, karena kamu nggak ngerasain jadi aku Mel..”
“Walaupun aku nggak bisa ngerasain jadi kamu, seenggaknya kamu udah ngeluarin uneg-uneg dan aku akan berusaha sebisa mungkin memberi solusi dan motivasi untuk kamu”
“Oke oke , aku cerita ..”
“Nah gitu dong dari tadi .. Oke, aku siap! J
“Begini mel, aku punya sahabat, Via namanya. Dia sebenarnya baik, tapi sayangnya dia orangnya terlalu individualis, serasa hidup sendiri, dan sepertinya semua teman temannya hanya dianggap sebagai teman yang simbolis. Maksudnya begini, iya kalau ditanya ‘kamu kenal Nadia?’ dia jawab ‘kenal, dia temanku’ tapi nyatanya dia jarang bahkan hampir tidak pernah bermain ataupun cerita-cerita seperti kita dan anak anak lainnya.Tapi aku selalu menganggap dia teman, tidak hanya sebagai teman secara simbolis, aku sering cerita cerita, sharing atau apa lah gitu padanya, yah walaupun responnya hanya ‘OH, IYA IYA’ saja.” ceritaku.
“Lah sekarang hubungan kamu dengan dia baik – baik saja, bukan?” tanya Melody.
“Nah itu dia masalahnya, kemarin waktu dia merayakan hari ulangtahun kakaknya, aku tidak bisa datang karena aku dipangail ke rumah bu Sinta secara mendadak untuk mempersiapkan POPDA. Aku sudah minta maaf padanya lewat sms, tapi tidak dibalas. Aku telepon, tidak diangkat. Komentar ku di facebook juga diacuhkan, apalagi mention ku di Twitter sama sekali tidak ia balas. Sepulang dari rumah bu Sinta, aku ke rumah Via, tapi acaranya sudah selesai 2 jam yang lalu, dan saat aku minta izin untuk menemui Via, kakaknya Via berkata bahwa Via sedang tidur. Padahal, saat aku keluar dari pintu gerbang rumahnya, tidak sengaja  aku melihat Via sedang menonton TV di ruang keluarga. Sejak itu, aku tidak pernah berbicara bahkan bertegur sapa dengannya baik di sekolah maupun dirumah. Aku merasa sangat tidak enak. Dia dengan sifatnya yang individualis, dan saat ia mengadakan pesta perayaan ulangtahun kakaknya yang mana hanya mengajakku dari sekian banyaknya teman yang ada, tetapi malah aku tidak hadir. L”  kataku panjang lebar.
“Kenapa kamu tidak coba untuk berusaha berbicara lagi dengannya, bisa saja pada saat  jam istirahat kamu ke kelasnya, bicara baik – baik dan minta maaflah padanya ..” saran Melody padaku.
“Sudah, bukan hanya sekali, bahkan berkali – kali. Tapi dia malah menghindar. Oleh karena itu, sampai sekarang kita belum bertegur sapa.” keluhku.
“Hmm .. Baiklah, kamu tenang aja yah, pikirkan saja bahwa esok hari akan lebih baik dari hari ini” jawab Melody dengan santainya.
“Gimana bisa tenang! Dia biasa saja pun aku sudah bingung harus berbuat apa dengan sifatnya yang individualis, apalagi sekarang yang kesannya dia menghindar dari ku. Masa iya sih aku harus diam saja” omelku.
“Yah kan tadi kamu bilang, kamu udah berusaha menjelaskan padanya,tapi dia malah yang menghindar. Ya udah, sekarang kamu berpikiran positif saja walaupun aku juga tidak punya pikiran positif, hehehe” canda Melody.
“Selalu deh gitu, bercanda. Yah .. oke, aku coba lebih tenang” kataku.


***

Keesokan harinya, aku terkejut melihat seseorang yang duduk di bangkuku. Via. Dia sedang duduk bersebelahan dengan Melody dan ia tersenyum padaku. Aku hampir tidak percaya, dan masih berdiri mematung di pintu kelas. Via pun beranjak dari tempat dudukku, berjalan perlahan mendekatiku. Aku hanya terdiam, dan berusaha mendengarkan dengan baik  apa yang ia katakan padaku.
Tiba – tiba aku merasa ada sesuatu menetes ke tanganku. Astaga, air mata Via, ia menangis. Tapi, mengapa ia menangis? Apa ada yang salah denganku? Aku terus terdiam sambil bertanya – tanya sendiri dalam hati. Wajahku memerah tak karuan dan tampak seperti orang kebingungan karena tersesat.
Oh, betapa bodohnya aku! Ternyata Via dari tadi sedang minta maaf atas ke salah pahaman dan atas sifatnya yang terlalu individualis. Ia juga mengatakan bahwa hanya akulah teman yang mau terus menerus ada di sampingnya , walau ia hanya menganggapku sebagai teman simbolis. Tapi itu dulu, kini ia telah menganggapku teman sebenarnya, teman yang akan selalu ada untuk mendengar, bercerita, berbagi pengalaman, memberi solusi dan motivasi, dan ada disaat suka maupun duka.
Saat ia berbicara panjang lebar tersebut hingga menangis terharu itu, aku masih terdiam dalam lamunan dan baru sadar setelah Melody mengagetkanku dan memberitahuku semua yang telah Via katakan. Suasana hening. Perlahan, air mataku jatuh.

“HAHAHAHAHAHAHAHA”  meledaklah tawa Melody dan Via secara bersamaan.
“Kamu telat nagisnya. Merusak suasana saja, haha.. Jadi nggak kaya di sinetron sinetron deh.. haha.. Ulangi ah ulangi, biar seru, hahahaha” canda Melody lagi.
“Ah kalian malah menertawakanku, aku kan sedang menghayati. Tadi kan aku belum sadar apa yang sedang terjadi.” kata ku.
“Hahahaha, wajahmu itu loh! Lucu sekali seperti orang yang sedang tersesat, hahaha, tapi sayang yah ….” tambah Melody
“sayang apa?” kata ku bersamaan dengan Via.
“Sayangnya tadi aku tidak memotretnya! Hahaha, KABUURRR.. “ tawa Melody sambil berlari ke belakang kelas menghindariku.
“MELODYYYYY!!!! Awas kamu yah!!” ancam ku dengan nada yang menahan tawa.
“Haha.. Sudahlah, sudah jangan bertengkar seperti tikus dan kucing saja. Sebentar lagi bel masuk tuh, aku pulang ke kelasku dulu yah. Eh, Nad nanti pulangnya bareng ya!” kata Via.
“Ya” timpalku singkat, dan aku masih terus kejar – kejaran dengan Melody di dalam kelas sampai bel masuk berbunyi.


Ya, itulah Melody. Dia humoris dan juga jahil, suka sekali bercanda dan membuat orang tertawa. Dia juga selalu peka terhadap apa yang dirasakan orang – orang disekitarnya. Hebatnya, ia selalu bisa menjadi motivator untuk siapa saja. Termasuk aku, sering sekali dia memberiku motivasi saat aku ada masalah dan ia yang membuatku lebih tegar dan semangat. Ibarat kata, dia telah menjadi Guru BP ku yang kedua. Senang sekali rasanya memiliki sahabat seperti dia.
Tetapi, sampai sekarang aku masih tidak percaya dengan kejadian kemarin. Apa yang telah membuat Via berubah dan minta maaf padaku? Apa semuanya berkat Melody? Ah, semua ini membuatku penasaran dan bingung.
Saat pulang sekolah bersama Via kemarin, aku mencoba menanyakan hal ini. Via berkata, Melody-lah yang telah menyadarkannya. Perjuangan Melody yang telah membuatnya terharu dan akhirnya berubah sekaligus minta maaf padaku.
Setelah hampir sampai di rumahku, aku suruh Via mampir karena aku ingin mengetahui lebih banyak tentang apa yang Melody lakukan pada Via hingga membuatnya berubah drastis. Awalnya, Via enggan berterus terang. Namun, perlahan – lahan aku membujuknya untuk bercerita karena aku sangat penasaran. Begitu terkejutnya aku setelah mendengar cerita Via ini.

***

Sulit di percaya, dan diluar dugaanku. Ternyata setelah aku bercerita padanya tentang masalahku, ia pergi ke kelas Via dan menjelaskan secara singkat semua kesalahpahaman antara aku dan Via. Begitu kasihannya, Melody dianggap tidak ada oleh Via! Via keluar kelas dengan ketus tanpa peduli apa yang sedang dikatakan oleh Melody. Namun bukan Melody namanya jika menyerah begitu saja. Ia berlari mengejar Via dan kembali menjelaskan. Kedua kalinya, ia tidak dipedulikan lagi oleh Via. Via berjalan dengan santai tanpa peduli kalau disampingnya ada Melody.
Melody pulang dengan tangan kosong, ia gagal menyadarkan Via. Tapi, ia pulang hanya untuk berganti pakaian yang mana harus dipakai esok hari. Setelah selesai, ia bergegas ke rumah Via yang jauh sekali dari rumahnya. Sampai sana, ia dilarang masuk oleh penjaga rumahnya. Melody tetap berdiri menunggu Via keluar membukakan pintu gerbang. Namun, semuanya sia-sia. Setelah hampir 2 jam ia menunggu, Via tak kunjung keluar. Melody tetap pada pendiriannya, ia tetap menunggu Via. Ia tetap berpikiran positif bahwa Via akan membukakan pintu, mendengarkannya, dan akan sadar dari keindividualistisannya.
Sampai akhirnya, kakak Via datang dan menanyakan maksud kedatangannya ke rumah Via. Sama halnya dengan penjaga rumah Via, dia juga tidak mau membukakan pintu gerbang dan tidak mau mempertemukan adiknya dengan Melody, dengan alasan ia tidak percaya pada Melody kalau Melody adalah temannya dan akan membawa suatu hal positif yang membuat adiknya menjadi lebih baik. Melody berusaha keras membujuk kakak Via, sampai ia diperbolehkan masuk untuk bertemu Via.
Sudah masuk ke rumah Via, masih belum tentu ia bisa bertemu dengan Via. Setelah kakaknya Via mengantar sampai ke depan pintu kamar Via pun, Melody malah diusir oleh Via. Via berteriak – teriak tidak ingin bertemu dengan Melody karena Melody hanya akan mengganggunya. Segera mungkin, sebagai kakak yang baik yang ingin melindugi adiknya, kakaknya Via pun ikut – ikut mengusir Melody. Bahkan sampai menarik – narik Melody untuk keluar.  Malang benar nasib Melody.
Tiba – tiba, Melody memberontak.

“Hei, Via! Aku tahu ini rumahmu, tapi tolong perlakukanlah tamu secara sopan, apabila kamu tidak ingin bertemu denganku, usir aku secara sopan, tidak perlu seperti ini. Perlu kamu  ketahui, kamu terlalu individualis dan kurang menganggap temanmu sebagai teman. Aku Melody, teman Nadia. Aku hanya ingin meluruskan kesalahpahaman diantara kalian, dan membuat kalian berteman yang sesungguhnya tidak hanya secara simbolis yang selama ini kau lakukan. Percayalah, kau akan punya teman yang sesungguhnya apabila kamu tidak individualis. Izinkan aku bicara denganmu 5 menit saja, apabila aku berhasil menyadarkanmu, aku janji kamu pasti akan dapat berteman dengan siapa saja dan teman itu akan jadi teman yang sebenarnya seperti anak-anak lainnya. Tapi apabila aku gagal, kamu boleh mengusirku secara kasar, dan aku janji tidak akan mencampuri urusanmu lagi.!!” teriak Melody dengan lantang.

Suasana di depan pintu kamar Via semakin mencekam. Tidak terdengar suara apapun dari kamar Via. Kembali, kakak Via menarik – narik Melody untuk pergi dari rumahnya. Terpaksa, Melody pun keluar dari rumah Via. Namun, Melody tidak pulang, ia kembali menunggu Via. Ia berpikiran bahwa tidak ada sesuatu yang sia – sia apabila kita bersungguh-sungguh, dan semakin kita percaya bahwa akan ada hal positif datang menghampiri kita, maka kemungkinan hal positif itu akan datang pun akan lebih besar. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Via berlari keluar dengan bercucuran air mata menghampiri Melody. Via mengajak Melody masuk ke kamarnya dengan nada bicara yang tersedu-sedu.
Perlahan, Via menceritakan semua hal yang telah membuatnya bersifat individualis tersebut pada Melody. Semua itu ternyata disebabkan karena masa lalu yang suram mengenai mendiang kakek Via yang meninggal saat Via duduk di kelas 8 SMP. Saat Via harus memilih diantara 2 pilihan --pergi piknik bersama teman dekatnya atau pergi ke danau bersama ayah, ibu, kakak dan kakek Via-- Via memilih pergi piknik dengan teman dekatnya dengan alasan sudah terlanjur janji dan tidak enak pada teman dekatnya. Tak disangka, sepulang dari danau, kakek Via terkena penyakit jantung dan tak lama setelah dibawa ke rumah sakit, beliau pergi untuk selama-lamanya. Hal ini tentu membuat Via merasa sangat menyesal karena memilih pilihan yang salah. Setelah itu, ia dan keluarganya pindah ke kota ini dan semenjak itulah mereka menutup diri dari orang-orang sekitar, terutama Via yang merasa tidak butuh seorang teman karena takut hal yang dulu terulang.
Pada saat itulah, Melody sang motivator beraksi. Melody mengajak Via untuk membuka lembaran baru dengan semangat baru dan dengan teman baru yang akan selalu ada untuk kita, saat suka maupun duka. Melody juga menjelaskan panjang lebar tentang masa depan Via dan keluarga yang masih sangat panjang dan akan lebih baik apabila direncanakan dari sekarang. Bahkan, Melody menjelaskan bahwa Via dan keluarganya tidak akan mendapatkan kebahagiaan apabila terus menutup diri dan individualis seperti ini , dan  mendiang kakeknya juga tidak akan tenang di alam sana. Namun, bukannya terhasut oleh motivasi Melody, Via malah menangis, menjerit histeris dan berteriak minta maaf pada kakenya dan terus menyalahkan dirinya sendiri. Melody menenangkan Via, memberinya minum dan kembali membujuk Via untuk berubah demi kakeknya, dan demi masa depannya beserta keluarganya.
Setelah berjam-jam mereka terbawa dalam suasana yang hening, sedih, dan cukup mencekam ini, tiba-tiba kakak Via masuk dan mengagetkan mereka. Ternyata, kakak Via mendengar semua yang Via dan Melody ceritakan dan ia masuk kamar pun sudah dengan wajah penuh air mata. Hal ini membuat tangisan Via kembali pecah. Suasana seperti ini memaksa Melody untuk ikut menangis, dan terjadilah paduan suara dari semua tangisan mereka. .

***

Setelah selesai bercerita panjang lebar dan hampir membuatku menangis lagi, Via pulang ke rumahnya. Dirumahku sendiri, aku jadi seperti orang bingung yang tidak tahu akan berbuat apa. Aku terdiam. Aku termenung. Tiba-tiba aku jadi memikirkan Melody.
Kini aku tahu semuanya. Betapa beruntungnya aku punya sahabat seperti mereka berdua. Aku mendapatkan banyak pelajaran dari semua cerita dan kisah hidup mereka. Terutama Melody. Perbuatan dan perkataan motivasinya telah banyak mengajarkanku betapa indahnya dunia ini apabila kita mengisinya dengan hal hal yang indah pula. Terkadang, aku ingin berperan sepertinya saat ia punya masalah. Tapi, selama hampir satu tahun kami bersama, aku belum pernah melihatnya bersedih walaupun hanya garis berbentuk bukit terlukis di mulutnya.
Terkadang, aku juga bingung sendiri dengan Melody yang selalu ceria. Apa mungkin ia memang tak pernah punya masalah, ataukah ia selalu menyembunyikannya dari ku dan semua temannya. Tapi, jikalau benar Melody menyembunyikan masalahnya dari ku dan yang lain, apa tujuannya? Apa ia malu? Atau mungkin tak ingin membuat kami sedih? Atau bagaimana? Ah, entahlah.
Hampir semua teman sekelas pernah curhat padanya dan diberi motivasi yang membuat mereka lebih baik. Tak peduli siapapun mereka.Tak hanya teman perempuan saja , teman laki-laki juga sering menjadi “pasien sang motivator Melody”. Melody selalu dengan sabar mendengarkan curahan hati tentang masalah mereka dan terus memberi mereka motivasi saat mereka merasa gagal, dan putus asa menghadapi masalah mereka masing-masing.


***

Sudah hampir seminggu ini, Melody tiba-tiba dekat dengan Satria. Padahal, semua teman sekelas tahu kalau Satria itu orangnya walau terkadang humoris dan lucu, tetapi ia seringkali bersikap dingin, menjengkelkan dan hanya peduli pada orang-orang tertentu yang juga peduli padanya. Bahkan, mungkin dapat dihitung dengan jari siapa saja teman sekelas yang mau berteman dengannya.  Malahan selama ini, Melody dan Satria jarang bermain bersama, paling hanya bercanda biasa. Aneh, memang.
Awalnya, aku berpikiran positif saja seperti yang selalu dikatakan Melody. Aku pun hanya mengira mungkin Satria sedang punya masalah, lalu bercerita pada Melody dan seperti biasa Melody pasti akan membantunya. Namun, semakin hari mereka semakin dekat. Seperti ada sesuatu yang lain, tapi aku juga tidak tahu pasti sesuatu apa itu. Semoga saja bukan sesuatu yang buruk.
Setiap kali aku bertanya pada Melody perihal kedekatannya dengan Satria, ia selalu balik bertanya,

“Aku dan dia kan teman sekelas, memang salah ya kalau kita dekat?” katanya.
“Tidak salah memang, tapi kan aneh saja kalau tiba-tiba kalian jadi dekat seperti ini. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tidak ada petir pula, kenapa tiba-tiba si Satria yang terlihat seperti tidak punya teman itu jadi begitu dekat dengan kamu dengan waktu yang cukup singkat ini, kan aneh dilihatnya juga ??” tambahku.
“Lho, aku harus bagaimana? Justru karena ia seperti tidak punya teman begitu, kita harusnya menjadi temannya bukan ?”  lanjut Melody.
“Salah siapa ia selalu bersikap dingin, cuek dan menjengkelkan gitu ke kita semua!” kataku mulai emosi.
“Kan nggak setiap saat dia bersikap seperti itu? Kadang humoris kok, menghibur pula” bela Melody.
“Kamu kenapa jadi belain anak itu sih? Aku tuh cuma nggak mau kamu ada masalah setelah dekat dengannya. Kita kan belum tahu seperti apa Satria sebenarnya, karena sikapnya yang terkesan dingin di mata kita dan sering menjengkelkan itu. Semua anak di kelas ini, bahkan kelas X lain pun tahu kalau Satria lebih sering menjengkelkan daripada menyenangkan kita dengan sifatnya yang humoris.” omelku.
 “Don’t judge the book by its cover! Mungkin di mata kita dia terlihat begitu dingin dan menjengkelkan. Namun kamu perlu menelaah sifat-sifatnya yang lain. Percayalah dan positive thinking lah kalau dia juga memiliki sifat yang baik. Semakin banyak kamu menemukan sisi-sisi baiknya yang terselubung, persahabatan kalian pun akan semakin kuat. Lagipula, tidak ada orang yang sempurna di muka bumi ini. Setiap orang pasti memiliki kekurangan. Jika kamu menganggap sikap dinginnya sebagai kekurangannya, jangan kamu hindari dia, tetap berteman dan lengkapilah ia dengan kelebihanmu. Ibarat nelayan yang menyelam untuk menemukan mutiara di dasar lautan, persahabatanmu pun adalah sebuah petualangan atau proses untuk menemukan kebaikan-kebaikan temanmu itu. Jika kamu berhasil menemukan mutiara di dalam dirinya, mudah-mudahan kamu bisa menjadi lebih kaya! Apa maksudnya kaya? Kaya adalah saat dimana kekurangan yang ada pada dirimu ditutupi olehnya, dan sebaliknya kekurangan yang ada padanya juga ditutupi oleh kelebihanmu. Jadi, tugasmu sekarang tinggal positive thinking aja kalau dia juga memiliki sisi-sisi baik, dan mungkin dia juga punya alasan tersendiri mengapa ia bersikap begitu dingin di mata kita.” jelas Melody panjang lebar.
“Alasan apa?” tanyaku penasaran.
“Pasti ada. Mungkin sekarang kamu belum mengetahuinya. Percayalah, suatu saat nanti kamu akan mengetahuinya, dan alasan itu logis kok” jawab Melody.
“Kamu tahu sesuatu tentangnya? Alasannya bersikap menjengkelkan banyak orang ? Ceritakanlah .. Padaku saja ..” tambahku.
“Ahh, iya .. Eh, iya .. Iya .. Ya.. aaa..aku tahu.. sedikit tentangnya, tapi aku tidak bisa menceritakan pada siapapun, termasuk kamu. Maaf yah” jawab Melody tergagap.
“Baiklah, aku nggak akan maksa kamu cerita dia, lagian nggak terlalu penting juga buatku kok’. Aku cuma khawatir sama kamu yang tiba-tiba deket sama dia” kata ku
“Tenang sobat, aku akan baik-baik aja J” kata Melody.

Kata-kata Melody yang seperti itu selalu membuatku tenang karena ia baik-baik saja. Tapi, aku justru semakin penasaran dengan sesuatu yang ia dan Satria sembunyikan dariku dan yang lain. Sebenarnya apa yang membuat mereka begitu dekat layaknya dua orang sahabat yang sudah lama menjalani masa masa suka dan duka bersama. Bahkan, aku rasa, aku dan Melody pun tidak pernah sampai sedekat itu.
Terlihat dengan sangat jelasnya, bagaimana raut muka kegembiraan yang teramat sangat terlukis pada wajah manis Melody saat ia dan Satria bercakap-cakap dan bercanda bersama. Aku belum pernah melihat Melody seceria itu. Ikatan batin, ya semacam itu. Terlihat pula bahwa mereka seperti mempunyai ikatan batin yang kuat diantara keduanya.
Semua ini terasa aneh bagiku. Namun, keanehan ini bukan hanya aku yang merasakan. Ternyata, semua teman sekelas pun merasakan hal yang sama. Terutama Isna, si ratu kecantikan di kelas.
Sejak pertama masuk kelas X ini, Isna sudah terlihat suka dan menyimpan rasa pada Satria. Setiap hari selalu cari perhatian Satria, rajin sekali berdandan, dan sering membuat kekacauan di kelas dengan beberapa pengikutnya. Tapi, dengan sikap dingin Satria, Isna selalu dibuat kesal karena tidak direspon sama sekali. Hahahaha. Makanya, jadi orang biasa aja, jangan suka cari perhatian. Dicuekin, jadi mati gaya deh, malu sendiri.
Disaat isu kedekatan Satria dan Melody tercium oleh hampir semua warga SMA Taruna Nusantara, Isna membuat gosip yang sangat tidak benar. Melalui jejaring sosial yang sedang digandrungi para remaja, seperti Facebook dan Twitter, ia meng-upload foto-foto kedekatan Melody dan Satria yang diambilnya secara sengaja dan menuliskan “Cinta rahasia di kelas X – A”. Sontak, foto ini menjadi bahan perbincangan di dunia maya. Tak hanya para murid SMA Taruna Nusantara saja, guru-guru dan karyawan yang memiliki akun jejaring sosial tersebut pun tak ketinggalan membahasnya.
Keesokan harinya, aku, Melody, Satria, Isna, dan beberapa teman lainnya dipanggil ke ruang BP. Terjadilah perdebatan sengit antara pihak Isna dan pihak Satria. Pihak Isna terus membantah bahwa itu foto hasil editan dirinya yang dengan sengaja dilakukan untuk mencemarkan nama baik Melody cs. Begitu pula pihak Satria, kami tidak diam saja melihat Isna bicara. Aku dan teman teman lain ikut bicara panjang lebar dan menjelaskan bahwa dalam foto tersebut bukan hanya ada Melody dan Satria saja.
Dalam foto tersebut tak ada sesuatu yang aneh. Sebenarnya, bukan hanya ada Satria dan Melody saja, ada aku dan teman teman kelas X – A lain dalam foto itu. Kami semua sedang duduk dan bercanda saat istirahat. Hanya saja, kebetulan Melody duduk di sebelah Satria, kemudian kesempatan inilah yang di manfaatkan oleh Isna untuk membuat heboh warga SMA Taruna Nusantara.
 Mendengar penjelasanku dan teman yang lain, guru BP kami memutuskan bahwa dalam kasus ini, Isna lah pelaku yang salah dan ia berhak diberi hukuman. Namun, tiba-tiba Melody melarang guru BP untuk memberi hukuman pada Isna. Melody berpendapat bahwa ini adalah pertama kalinya Isna membuat masalah dan ia juga berkata bahwa mungkin Isna hanya sedang khilaf dan Isna layak diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki perilakunya. Semua siswa dalam ruang BP, termasuk aku dan Satria, tercengang melihat Melody masih mau berbaik hati kepada Isna. Guru BP kami pun ikut bingung beserta kagum dengan Melody, dan beliau memutuskan untuk tidak menghukum Isna namun tetap mencatatnya dalam buku kasus.

***

Kejadian menyebarnya foto dirinya dan Satria beberapa waktu lalu, ternyata tidak menyurutkan kedekatan diantara mereka berdua. Bahkan, kini mereka semakin dekat saja. Begitu pula dengan Isna, ia sudah memperbaiki sifatnya yang selalu membuat onar dan hubungannya dengan Melody dan Satria pun sudah biasa saja, layaknya teman yang lain. Hanya saja, ia masih belum bisa melepaskan dirinya sendiri dari belenggu ‘make up’ yang selalu ia wujudkan dengan berdandan setiap hari bahkan setiap ia punya kesempatan untuk berdandan, ia pasti akan bersolek. Tetapi, yang penting kini keadaannya sudah jauh lebih baik dari kemarin.

Seharusnya aku senang dengan keadaan yang membaik seperti ini, namun aku justru masih merasa penasaran dengan kedekatan Melody dan Satria. Bahkan, rasa penasaran ini sudah seperti tidak wajar. Aku mencoba mendekati Aldy,  --orang yang kira-kira dekat dengan Satria-- dan menceritakan semua rasa penasaranku padanya. Seperti dugaanku, Aldy juga menyimpan sebuah tanda tanya besar atas kedekatan Melody dan Satria.
“Dulu, sebelum Satria sedekat ini dengan Melody, ia sering berkeluh kesah padaku tentang hidupnya yang ia rasa hampa dan membosankan. Mungkin karena dia kurang punya banyak teman yah.. Tapi sampai sekarang aku juga belum tahu alasan pasti, yang membuatnya merasa bahwa hidupnya hampa dan membosankan. Aku juga sering bingung sendiri dengan apa yang ia ceritakan. Jadi, setiap kali dia berkeluh kesah aku hanya mendengar dan memberi sedikit motivasi lah agar ia lebih semangat lagi. Satria yang sekarang sangat berbeda dengan Satria yang dulu. Kini, aku melihat senyum bahagia yang tak pernah ku lihat sebelumnya di wajah Satria. Ia jadi begitu ceria. Semenjak dekat dengan Melody, ia seperti orang yang telah menemukan ‘soulmate’ lah istilahnya. Ia juga sekarang jarang berkeluh kesah lagi padaku. Oh iya, satu lagi. Akhir-akhir ini ia sering sekali bercerita tentang Melody dan kebaikannya. Hampir setiap hari ia bercerita kebaikan Melody yang tak pernah ada habisnya.” cerita Aldy panjang lebar.
“Ya, aku juga melihat banyak perubahan pada Melody setelah ia dekat dengan Satria. Melody jadi tambah ceria, bahkan keceriaanya kali ini seperti tulus banget dari hati kalau ia sedang benar-benar bahagia. Harusnya sebagai sahabatnya aku juga ikut senang. Tapi entah mengapa aku malah merasa ada yang aneh.” timpalku.
“Aaaahhh, jangan-jangan kamu suka sama Satria yaah? Hahaha” ledek Aldy.
“Aiishhhh! Nggak lah! Mana mungkin aku suka sama orang yang dingin seperti itu, cuek banget pula. Aku cuma aneh saja, orang dingin kaya Satria gitu kok bisa tiba-tiba berubah begitu perhatian dan baik terutama ke Melody” kataku
“Hahaha, santai Nad, aku hanya bercanda kok. Hmm , mungkin karena sifat Melody yang mudah bergaul dengan siapa saja membuat Satria nya juga serasa cocok berteman dengan Melody dan akhirnya mereka terlihat sangat akrab seperti orang yang sudah bersahabat lama.” jawab Aldy.
“Iya, aku juga sudah tahu itu, tapi apa kamu nggak penasaran dengan apa yang udah ngebuat mereka begitu dekat?” balas ku.
“Iya juga, aku penasaran banget malah” tambah Aldy.
“Lalu apa rencana kamu untuk mengetahui sesuatu yang telah membuat mereka begitu dekat?” kata ku.
“Kenapa kita tidak mencoba untuk menanyakannya pada mereka?” jawab Aldy.
“Sudah, bahkan sering. Tapi Melody tak mau membicarakannya dengan jelas padaku, ia terkesan seperti menyembunyikannya dariku.” kata ku.
“Aku ada rencana, tapi ini agak nekat dan aku nggak yakin kamu mau ngelaukin ini” kata Aldy.
“Apa? Aku akan lakukan apapun itu, rasa penasaran ini sudah menggebu-gebu dan aku nggak mau terus menerus penasaran seperti ini. Katakan saja apa yang harus aku lakukan.” kata ku sedikit memaksa.
“Kamu yakin mau melakukannya?”
“YAKIN!” jawabku mantap.
“Jika mulut mereka belum bisa bicara tentang sesuatu yang membuat mereka begitu dekat, mungkin benda lain bisa mewakilinya bicara” jawab Aldy perlahan.
“Apa maksudmu? Benda apa? Coba jelaskan padaku” balasku penasaran.
“Handphone. Mungkin mereka bisa saja menutup mulut mereka, tapi dengan handphone mereka, kita mungkin bisa mengetahui sesuatu yang belum kita ketahui.”
“Hah? Apa hubungannya dengan handphone, Aldy?” kata ku yang semakin bingung.
“Aduuuh, Nadia! Jelas ada hubungannya ! Kita bisa mengetahui alasan mereka jadi begitu dekat dari pesan singkat di handphone mereka. Pasti mereka sering sms-an kan? Nah, pesan pesan singkat itulah yang akan menjelaskan semuanya pada kita.” jawab Aldy.
“Oooohh, iya iya kamu benar. Tapi bagaimana kalau pesan itu sudah dihapus?” balasku.
“Semoga saja belum. Makanya itu , semakin cepat kita membaca pesan itu semakin baik. Kita harus bisa membaca semuanya sebelum mereka menghapusnya.” kata Aldy.
“Jadi maksudmu aku harus membuka-buka kotak masuk di handphone Melody ?!” bentak ku.
“Hey, santai Nad! Nggak perlu membentak juga kali. Kan tadi aku sudah bilang, ini rencanaku agak nekat. Kamu juga tadi udah yakin mau ngelakuinnya daripada kamu penasaran. Iya kan?” kata Aldy.
“Hmmm, ii ii iiyaa.. tapi aku nggak tega nglakuin itu. Apa sopan ? Selama ini, aku sering pinjam handphone Melody tapi hanya sebatas minta file atau main game saja, ga lebih.” jawabku lesu.
“Aku tahu, aku juga nggak mau ngelakuin ini. Jadi gimana? Kita batalkan rencana ini saja kah?” kata Aldy
“Jangan, aku penasaran. Kita akan tetap ngejalanin rencana ini, besok saat istirahat pertama. Aku akan cek pesan masuk dari Satria di handphone Melody, kamu cek kotak masuk Satria. Setelah itu, istirahat kedua kita ke kantin tanpa sepengetahuan mereka untuk membicarakan hal ini. Bagaimana ?” jawabku.
“Kamu tega Nad ?” tanya Aldy.                    
“Sebenarnya mah aku nggak tega, tapi harus di tega-tegain. Maafkanlah aku Melody ..” kata ku lesu.
“Oke oke, aku juga harus di tega tegain. Maaf Satria.” kata Aldy.



***


Saat istirahat pertama ..
“Hei Melody, kamu mau kemana?”tanya ku.
“Aku mau ke kantin sebentar, kamu mau ikut?” jawab Melody.
“Aa, e, tidak, terimakasih, aku sedang ingin di kelas saja” jawabku sedikit gugup
“Oh baiklah kalau begitu, aku tinggal yahh” kata Melody
“Eeh, tunggu”
“Ya, ada apa ? Mau nitip sesuatu?”
“E .. e .. enggak, cuma mau tanya, aku boleh pinjam handphone mu?”
“Ah kamu seperti tidak biasanya saja, ambil saja di kantong tas ku”
“Oke, oke, aku pinjam yah”

Aku pun menjalankan rencana Aldy. Perlahan, satu per satu aku cari pesan dari Satria. Benarlah firasatku. Hampir semua pesan masuk di kotak masuk Melody berasal dari Satria. Aku membacanya satu per satu dengan amat teliti. Sampai rincian pesannya pun aku baca. Ternyata, setiap hari mereka saling berkirim pesan singkat. Aku terus membaca sampai pesan yang bertanggal 2 minggu yang lalu.
Aku terkejut begitu melihat pesan pesan yang sudah lama itu. Pesan-pesan tersebut berisi semua curahan hati Satria tentang hidupnya yang begitu suram dan semua hal yang belum sempat aku ketahui tentang mereka berdua. Aku sudah tidak sabar ingin mendengar cerita tentang pesan- pesan Melody pada Satria yang tidak bisa aku baca dari handphone Melody karena semua pesan terkirim di handphone Melody sudah dihapus. Aku tunggu cerita dari Aldy yang juga sedang menjalankan hal yang sama sepertiku. Eh! Aku kembali terkejut untuk kedua kalinya. Melody datang. Sesegera mungkin aku menekan tombol keluar, dan mengembalikan handphone pada Melody. Untungnya, Melody sama sekali tidak menaruh curiga padaku.

Saat bel istirahat kedua berbunyi, aku bergegas menuju ke kantin. Disusul oleh Aldy yang juga sudah tidak sabar untuk menceritakan hal yang telah ia temui di handphone Satria. Aku dan Aldy duduk bersebelahan dan berebut ingin memulai cerita terlebih dahulu. Aldy mengalah dan membiarkan aku cerita lebih dulu. Setelah aku cerita, dilanjut oleh cerita Aldy.
Aku benar-benar tidak percaya dengan semua ini. Kenapa Melody tidak pernah menceritakan semuanya padaku? Kenapa ia menyembunyikannya dariku? Aku tidak percaya ada orang yang bisa menyembunyikan masalahnya yang begitu berat ini dibalik semua senyum dan tawa keceriaanya.
Melody yang selama ini tak pernah bersedih, selalu ceria, dan kalau ia menyanyi pun tak pernah menampakan raut muka sedih walaupun yang ia nyanyikan lagu sedih. Ternyata ia  punya masa suram yang hampir membuatnya bunuh diri, kabur dari rumah dan menjadi orang yang patah harapan. Hal yang membuatku bingung adalah mengapa ia tak pernah menceritakannya padaku, malahan kepada si dingin Satria. Padahal, aku kan teman dekatnya. Sedangkan Satria hanya pasien yang butuh motivasi dari Melody.

“Huh, maksudnya dia apa sih? Apa aku tidak dianggapnya sebagai sahabat ?” kataku kesal.
“Hei, tenang kawan, aku juga nggak nyangka Satria mau terbuka gitu. Apalagi sama perempuan. Selama ini dia memang sering berkeluh kesah padaku, tapi tak pernah menceritakan sejelas dan sedetail itu. Apa lebih baik kita tanyakan saja pada mereka berdua , Nad ?” kata Aldy.
“Apa?! Kamu gila yah! Kalau kita tanya sama mereka , pasti mereka curiga, dan itu berarti kita harus membongkar rahasia rencana kita tadi , kalau kita udah buka – buka handphone mereka? Itu malah membuat keadaan semakin buruk, tau !!” kataku dengan suara menggentak yang lumayan keras yang membuat semua warga kantin terbelalak dan melihat ke arah aku dan Aldy.


“NADIA ? Kamuuu ..”

“Eh ! Melody ! Tunggu mel , aku bisa jelasin semuanya ! Melody ! Melody !” teriakku sambil berusaha mengejar Melody.
“Udah, nggak usah dikejar, dia butuh waktu buat nenangin diri dari pengkhianatan besar ini!” kata Isna.
“Hey, apa maksudmu pengkhianatan? Jangan asal bicara yah kalau tidak tahu apa-apa!” omelku.
“Hey, hey, hey, hellooooo! Apa kamu lupa dengan omonganmu tadi dengan Aldy? Rencana kalian yang telah berjalan lancar itu loh … Apa seorang teman, uups .. sahabat maksudnya, berani dan tega melakukan hal itu cuma gara-gara ingin tahu lebih dalam privasi sahabatnya?” kata Isna lagi.
“Apa? Memang apa saja yang sudah Melody dengar Is ?” tanyaku penasaran
“Dia dengar semua pembicaraan kalian dari A sampai Z !”
“Tapi, tadi aku sama sekali tidak melihat dia ke kantin Is ..”
“Bagaimana kamu mau melihatnya? Kamu aja lagi ngomong serius banget sama Aldy, serasa kantin milik kalian berdua aja” kata Isna ketus.
“Aduuh, bagaimana ini? Aku jadi nggak enak sama Melody. Setiap saat dia selalu baik dan menghiburku dengan suaranya yang merdu dan motivasinya yang membangun, dan dia juga udah percaya dan deket banget sama aku, tapi aku malah mengkhianatinya, aku menyesal, aku harus berbuat apa? Aku bingung!” sesal ku.
“Udahlah Nad, nyesel nggak ada gunanya. Lebih baik kamu sama si Aldy sekarang cari Melody dan bicara baik-baik padanya.” Kata Isna
“hah? Aku? Kok aku ikut sih?” tanya Aldy dengan wajah tak berdosa.
“TENTU SAJA! Kamu juga kan terlibat!” bentak Isna.
“hmm .. baiklah , aku juga akan minta maaf padanya juga pada Satria” kata Aldy



***

Aku dan Aldy mencari Melody ke seluruh sudut sekolah. Hanya nihil yang kami dapatkan. Aku dan Aldy sudah seperti benturan molekul uranium, meletup tak terduga --melakukan hal yang sulit dipercaya sahabat kami sendiri hanya karena rasa penasaran yang mendidih dalam benak kami-- , menyerap --menyerap emosi banyak orang-- , mengikat --mengikat kebencian antara kami dengan Melody dan Satria-- , mengganda, berkembang, terurai dan berpencar ke segala arah --rasa penasaran ku telah mengganda dan terus berkembang hingga terurai menjadi suatu tindakan bodoh dan membuat kami harus berpikir, berpencar ke segala arah otak kami agar menemukan jalan terbaik yang membuat aku, Aldy, Melody, Satria kembali bersahabat--.
Saat aku dan Aldy hampir putus asa dalam pencarian ini, tiba-tiba aku ingat perkataan Melody ‘...Aku sangat suka tempat yang sepi tapi sejuk saat aku sedang sedih, galau, dan bingung…’. Aku dan Aldy bergegas menuju bukit di belakang rumah Melody yang begitu asri.  Benarlah dugaanku. Melody sedang duduk ditemani MP3 player-nya yang selalu setia menemaninya dan …. Astaga! Satria! Wow! Satria juga ada disana. Aku dan Aldy bingung sekaligus senang. Bingung karena ada Satria di samping Melody, dan senang karena dengan adanya Satria disana dapat meringankan bebanku menjadi ‘anggota Missing Persons Squad FBI’ dadakan yang harus mencari orang yang hilang entah kemana.
Tanpa berpikir panjang, aku dan Aldy berlari menghampiri mereka. Awalnya, Melody pergi menghindar, tapi Satria membujuknya untuk tetap duduk bersama kami. Sebenarnya aku tipe orang yang cerewet dan banyak omong, tapi entah mengapa aku menjadi diam dan hanya bisa berkata ‘MAAF’.
 Perlahan Melody membuka mulutnya dan bercerita kepada kami semua.



***


Ternyata ….
Melody tidak seperti yang kita lihat biasanya. Dibalik senyum manisnya yang selalu dipersembahkan pada kita, ia menyimpan sejuta tangis dalam hatinya. Hidupnya penuh dengan masalah dan kisah-kisah yang suram.
Kekasaran ayahnya terhadap dirinya dan ibunya yang selalu menghantui masa kecilnya. Pertengkaran hebat yang sering terjadi antara ayah dan ibunya yang masih terus terngiang di telinga Melody, hingga ia dititipkan kepada kakek dan neneknya sampai kondisi rumah membaik. Kurangnya kasih sayang orang tua karena dari umur 4 tahun sampai ia menikmati masa masa SD dihabiskan di rumah kakek dan neneknya. Hingga puncaknya, saat Melody duduk di bangku kelas 3 SD, dimana seorang anak sedang menikmati indahnya masa kecilnya bersama teman-teman yang mulai dekat dengannya, ia disuguhkan dengan perceraian kedua orang tuanya. Perceraian ini membuatnya harus memilih untuk tinggal bersama ayah atau ibunya.
Tentu saja Melody memilih untuk tinggal dengan ibunya. Ia dan ibunya pun pergi dari rumah mereka menuju rumah orang tua dari ibu Melody atau kakek dan nenek Melody hanya dengan menggunakan ojek. Tak disangka, naas menghampiri, ojek yang ditumpangi Melody oleng saat tersalip oleh truk besar dan membuat Melody dan ibunya jatuh terpental. Ibu Melody baik-baik saja, namun Melody mengalami perawatan kecil di kepalanya yang terbentur badan jalan karena ia tidak memakai helm.
Tidak berhenti disitu masalahnya. Setelah kedua orang tua Melody bercerai dan Melody memilih untuk tinggal bersama ibunya, masalah terus datang bertubi-tubi. Bahkan Melody hampir saja kehilangan masa depannya karena semua berkas-berkas penting seperti akte kelahiran dan raport Sekolah Dasarnya, ditahan oleh ayahnya. Tentu saja tanpa berkas-berkas penting tersebut, Melody tidak akan bisa melanjutkan sekolah. Untung saja, kakek Melody sangat antusias dengan masalah ini. Bersamaan dengan ibunya Melody, beliau pergi ke sebuah lembaga di pusat kota untuk mengajukan pembuatan akte kelahiran yang baru. Pengajuan ini ditolak mentah-mentah oleh ketua lembaga tersebut karena alasannya dinilai kurang logis. Ketua lembaga menyarankan agar Melody dan keluarganya meminta akte kelahiran tersebut bila perlu secara paksa kepada ayah Melody, namun hal ini sudah sangat tidak mungkin melihat seperti apa perlakuan ayahnya terhadap Melody dan ibunya.
Kedua kalinya, kakek dan ibu Melody kembali mengajukan hal yang sama. Hasilnya pun tetap sama, yakni ditolak. Namun, tidak ada kata ‘MENYERAH’ dalam kamus Melody, begitu pula dalam kamus kakek Melody. Ketiga kalinya, beliau mengajukan hal yang sama disertai alasan yang lebih logis, bahkan sampai bercerita semua apa yang telah terjadi termasuk tentang tidak harmonisnya hubungan ayah dan ibu Melody. Sekeras apapun sebuah batu, apabila terus menerus ditimpa air pasti akan lapuk juga. Begitu pula dengan hati sang ketua lembaga tersebut yang akhirnya luluh dan menerima pengajuan yang telah ditolaknya hingga dua kali.
Semua ini belum ada apa-apanya dibanding dengan masalah yang terus datang silih berganti pada Melody dan keluarganya, yang membuat Melody hampir putus asa dan mengakhiri hidupnya. Setelah ia berhasil melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasarnya yang baru dan ia juga selalu menjadi bintang di kelasnya tak membuat Melody senang. Terkadang, ia merasa iri dengan kedekatan dan keharmonisan teman-temannya dengan keluarga mereka yang selalu diantar dan dijemput saat berangkat dan pulang sekolah. Jangankan meminta diantar atau dijemput, hanya meminta waktu sedikit untuk bersama dengan ibunya saja, tidak ia dapatkan. Ibu Melody sibuk dengan pekerjaan barunya setelah mengalami depresi berat akibat perceraiannya, ditambah dengan cemoohan dari mulut tak bertanggungjawab tetangga yang sangat tidak pantas untuk dijadikan perbincangan.
Semua ini membuat Melody menjadi begitu sedih dan putus asa hingga ia mengambil pisau yang awalnya hanya untuk mengiris daun-daun mainan, untuk kemudian ia goreskan ke tangannya. Melody beruntung, Tuhan masih menginginkan ia hidup melalui pembantu di rumah Melody yang mengehentikan kejadian mengerikan itu. Semenjak itu, Melody menjadi sangat dekat dan akrab dengan pembatunya melebihi keakrabannya dengan ibunya. Melody sering bermain bersama pembantunya, bahkan bercerita semua tentang sekolahnya, layaknya manjanya seorang anak terhadap ibunya.
Seiring berputarnya bumi pada porosnya, yang membuat siang berganti malam, hari berganti hari, hingga minggu dan bulan pun berlalu, sampai tahun pun berganti dengan tahun tahun yang baru, masalah tetap harus dilalui Melody yang malang. Pembantu kesayangan melody harus pergi meninggaklkan Melody untuk selama-lamanya dikarenakan sakit keras. Sungguh tak bisa dibayangkan betapa sedihnya Melody kehilangan orang yang begitu dekat dengannya.
Seperti kata pepatah, dibalik semua cobaan pasti ada hikmahnya. Setelah kepergian pembantu Melody, perlahan-lahan ibu Melody menyadari kurangnya kedekatan dirinya dengan Melody dan mulai sering ada di rumah. Hal ini membuat Melody sedikit merasakan bahagianya hidup bersama orang tua walaupun tidak lengkap. Tapi kebahagiaan ini tidak berlangsung lama, semuanya berubah setelah ibu Melody menikah lagi dengan orang yang sebenarnya baik, hanya saja ia pekerja keras yang pasti tidak akan punya banyak waktu luang untuk bersama dengan Melody. Awalnya, Melody meminta agar ibunya tidak menikah lagi karena trauma dengan kekasaran ayah kandungnya. Namun, saat Melody beranjak dewasa, ia menyadari bahwa ibunya membutuhkan seorang pendamping hidup.
Pada awal pernikahan ibunya, semua terasa lebih indah. Selang beberapa bulan, ibu Melody ikut bekerja di perusahaan ayah tirinya tersebut yang mana membuat Melody kekurangan kasih sayang dari orang tua lagi. Padahal, saat itu Melody sedang disibukkan dengan segudang aktivitas yang menuai prestasi gemilang di SMP nya. Semua prestasi hancur seketika karena pikiran Melody yang buyar dan kurangnya dukungan dari orang tua yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Jadilah pribadi Melody yang sangat berbeda dengan sekarang. Ia malas belajar, tugas tidak pernah dikerjakan, bolos sekolah, bahkan sering kabur dari rumah dan menginap di rumah teman dekatnya karena bosan.
Suatu hari, Melody mendengar alunan musik yang begitu indah dan merdu. Melodinya begitu menenangkan hati. Nada-nadanya pun tersusun rapi dan berbunyi secara bergantian dengan indahnya. Ia begitu meresapi nada demi nada yang ia dengar. Awalnya, Melody tidak terlalu memperhatikan musik secara detail. Ia hanya suka mendengarkan dan mengetahui sekilas. Tapi semenjak ia punya masalah, lalu ia mendengarkan musik, dengan kemampuannya menjelajah internet, ia browsing beberapa genre musik di internet. Menurutnya, beberapa genre musik dapat diibaratkan seperti hidup kita. Misal, genre musik pop mewakili keindahan hidup kita yang membuat kita senantiasa bahagia sampai bernyanyi-nyanyi, atau genre rock yang terkesan keras di telinga, tetapi apabila sering didengarkan, telinga kita juga akan terbiasa, yang mana menggambarkan kerasnya hidup yang membuat kita sedih, tapi harus tetap tegar dan semangat menjalaninya terus hingga kita terbiasa dengan kerasnya masalah dalam hidup dan membuat kita lebih kuat dan tegar dalam menjalani hidup.
Maka, lahirlah Melody yang baru. Melody yang kita kenal sekarang ini. Melody yang selalu tersenyum ceria dan tegar walau hatinya menangis.



***


  Aku terdiam seribu bahasa dan tak terasa aku meneteskan air mata. Aku hampir tidak percaya dengan semua kisah miris yang ia ceritakan tadi. Melody bercerita sampai pingsan. Mungkin ia kelelahan bercerita panjang lebar yang dibarengi dengan tangis yang tiada hentinya. Akhirnya, kami bertiga mengantar Melody ke kamarnya untuk beristirahat dan cerita dilanjutkan oleh Satria.
Aku benar-benar menyesal telah melihat Satria dari satu sudut pandang saja. Ternyata ia begitu baik dan perhatian, khususnya terhadap Melody. Melody memiliki kepekaan yang begitu tajam hingga ia dapat melihat sisi baik dari seorang yang dingin seperti Satria.
Kini aku tahu, apa alasan Satria selalu bersikap dingin dan cuek. Satria terlalu memikirkan dan terus membawa masalah hidupnya terutama keluarganya yang ‘broken’ yang mana membuat hidupnya serasa begitu suram kedalam lingkup sekolah sehingga ia terlihat dingin dimata banyak orang. Karena kesamaan masalah itulah yang membuat Melody terbuka menceritakan semuanya pada Satria. Satria berkata bahwa sebenarnya Melody juga ingin bercerita kepadaku, tapi Melody belum siap menungkapkan karena ia takut aku tidak mengerti apa yang ia rasakan. Mungkin benar saja jika Melody hanya bercerita kepada Satria, karena Satria juga mengalami hal yang hampir sama dengannya, maka mereka dapat saling berbagi cerita dan motivasi agar lebih tegar lagi dan hal ini membuat mereka terlihat begitu dekat dan akrab. Satria juga bercerita bahwa mereka sempat bertengkar karena Satria selalu mengatakan kata-kata seperti orang yang putus asa, namun tanpa lelah sedikit pun Melody terus memberi motivasi yang membuat Satria terbangun dari keterpurukannya itu.



***

Jarum berwarna merah terus berputar mengiringi setiap detik yang terus berjalan. Jarum penunjuk menit pun telah bertemu dengan angka 12 lagi. Ya, satu jam sudah berlalu, namun Melody masih saja belum terbangun dari pingsan. Mungkin Melody kelewat lelah, lalu pingsan dan tertidur pulas.
Kami tidak ingin mengganggunya. Kami membiarkannya tidur dan kami pun bercakap-cakap di kamar Melody. Kamar Melody begitu indah. Berwarna biru muda seperti warna kesukaannya, dan dihiasi gambar-gambar animasi kesukaan Melody yang ia gambar sendiri pada dinding kamarnya itu. Walaupun ukurannya tidak terlalu besar, karena penataan yang rapi membuat kamar tersebut serasa sangat lega. Tidak ketinggalan dengan piano dan gitar kesayangan Melody.
Di sebelah meja belajar Melody terdapat rak kecil berisi album foto, gambar-gambar karyanya yang dibukukan dan beberapa benda unik koleksi Melody. Satria dan Aldy tertarik untuk melihat foto dan gambar-gambar karya Melody. Sedangkan aku sendiri lebih tertarik melihat – lihat benda unik Melody.
Betapa kagetnya aku setelah membuka kotak aneh berwarna merah kusam. Didalamnya terdapat banyak sekali obat. Obat-obatan tersebut dikelompokkan menjadi 8 bungkus. Aku yang tidak tahu menahu tentang obat-obatan segera menanyakan pada Satria yang memang kebetulan sangat paham dengan masalah-masalah mengenai kedokteran.
“Ini ketese, ini zaldiar, yang ini e .. e .. torasik, trus kalau yang satu ini tra.. eh .. apa yah? Oh, aku ingat, ini namanya tramal. Hafal kan aku, calon dokter, hehehe” canda Satria
“Iya deh iya, Dr Satria ..”
“Hei, tunggu tunggu! Itu obat siapa? Kenapa bisa ada di tanganmu? Apakah itu punyamu?! Stadium berapa kamu?!” teriak Satria tiba-tiba.
“Eh kamu ini, jangan ngaco deh ngomongnya. Aku tahu, kamu ingin jadi dokter, tapi nggak perlu ngomong stadium-stadium segala kaliiii… Kamu kira kanker! Jangan asal deh, so iye!” bentakku.
“Aku nggak asal ngomong Nad. Aku serius. Itu semua satu jenis obat. Obat-obat itu masih satu kawanan. Mereka obat yang ditugaskan untuk mengurangi rasa sakit kepala pada penderita kanker otak. Makanya aku tanya, udah stadium berapa.” kata Satria.
“Apa?! Kanker otak? Maksudmu Melody menderita kanker otak?!” kataku kaget.
“HAH?! Melody! Jangan bilang kalau obat itu milik Melody!” seru Satria.
“Apa boleh buat, aku harus bilang kalau obat ini memang milik Melody” kataku lesu.
“Jadii….”
“Ayamku! Hahahaha” tawa Aldy.
“Nggak lucu” kataku singkat.
“Lagian kalian kenapa sih? Serius banget dari tadi. Nih, liatin dong gambar – gambarnya Melody. Keren keren tahu.”
“Kamu liat ini deh, ada banyak obat pengurang rasa sakit kepala pada penderita kanker otak di kotak aneh milik Melody.” kata Satria mencoba menjelaskan pada Aldy.
“Melody sakit? Kanker otak? Stadium berapa? Parah nggak? Masih bisa sembuh nggak?” tanya Aldy panik.
“Nah itu dia yang kita juga belum tahu pasti. Kita tunggu Melody bangun, lalu pelan – pelan kita tanyakan padanya.” Kataku
“Eh, tuh Melody udah bangun” kata Aldy.

***


“Eh, kalian .. Sudah lama?” kata Melody lirih.
“Nggak kok , seberapa lama waktu yang terlewati oleh kami, jika dihabiskan bersama sahabat sebaik kamu akan tetap terasa sebentar. J Kamu udah enakan? Keliatannya kamu kelelahan yah? Tidurmu pulas sekali..” kata ku.
“Uhh.. Maaf yah, aku jadi merepotkan kalian. Aku udah nggak apa – apa kok. Kalian kalau capek, istirahat aja .. Aku baik – baik aja J” kataku.
“Nggak Mel, kami nggak merasa direpotkan, kami malah senang. Eh, boleh kami tanya sesuatu ?” lanjut Satria.
“Oh, tentu aja boleh. Tanya apa ?” tambah Melody.
“Hmm.. Maaf sebelumnya, kalau kami udah lancang Mel .. Tadi sewaktu kamu tidur, kami sempat lihat – lihat benda – benda di kamarmu ini, terutama yang unik – unik. Nah, trus aku nggak sengaja buka kotak merah kusam yang aneh dan ternyata disana ada banyak obat. Lalu, menurut sepengetahuan Satria yang calon dokter, katanya itu obat peringan sakit kepala bagi penderita kanker otak. Eeemm, apa kamu sedang menderita suatu penyakit, khususnya kanker otak ?” tanyaku dengan perasaan agak takut.
“Oh itu, bukan. Itu hanya obat sakit kepala biasa kok. Aku memang sering tiba – tiba sakit kepala, pusing gitu. Tapi bukan kanker otak, kalian tenang aja.” Kata Melody meyakinkan kami.
“Tapi Mel, itu kan obat untuk penderita kanker otak?” tambah Satria.
“Ahh kamu salah baca buku pedoman kali. Awas lho, besok kalau udah jadi dokter bisa – bisa kamu salah kasih obat ke pasien.. haha” kata Melody mulai mengajak bercanda.
“Hmm, sebenarnya aku yakin banget kalau itu obat untuk penderita kanker otak, tapi semoga saja omonganmu itu benar. Aku harap kamu baik – baik saja Mel, aku nggak mau kehilangan kamu.” Lanjut Satria.
“Ciee..ihiiirrr.. asiiik euyy, Satria perhatian banget .. so sweet.. haha” ledek Aldy.
“Hei, do you know the truth, Aldy? Dibalik kata CIE tersimpan sejuta kecemburuan.      [C] ause    [I] am    [E]nvy, hahaha berarti kamu cemburu padaku dan Satria, hahaha” balas Melody meledek.
“Aiiish, bukan itu maksudku.” Kata Aldy kesal.
“Sudahlah sudah, kita nyanyi-nyani aja yuk, bosan nih” kataku.
“Ide bagus!” kata Melody.

Kami berempat pun bernyanyi bersama. Yah walaupun hanya Melody yang terlihat menonjol. Melody menyanyi sambil bermain gitar. Suaranya sangatlah merdu, nada – nada dapat ia nyanyikan dengan gayanya sendiri, tak terkecuali dengan nada tinggi sekalipun, mampu ia taklukan. Begitu pula dengan melodi gitar, mampu ia petik dengan indahnya. Semua ini telah membuat ‘bosan’ ku pergi ke segitiga bermuda.
Kami tak hanya bernyanyi saja, aku minta untuk diajarkan menyanyi oleh Melody. Senangnya hatiku ternyata Melody mau mengajarku. Satria dan Aldy juga minta diajarkan bermain gitar oleh Melody. Melody pun melatih kami bertiga dengan sabar.

***

Tuan Surya tak pernah lelah untuk terbit dan tenggelam setiap hari. Ia selalu melakukannya agar manusia mengetahui bahwa siang telah berganti dengan gelapnya malam. Seiring muncul dan menghilangnya tuan Surya yang berhari – hari tanpa henti, aku dan kedua sahabat baru ku --Satria dan Aldy-- juga terus menerus belajar musik pada Melody. Kami benar – benar ingin bisa musik.
Sudah satu bulan lebih kami berguru pada Melody. Diiringi niat yang mendarah daging, tentu saja membuahkan hasil yang manis. Kini Aldy dan Satria sudah lihai memetik senar gitar. Sedangkan aku sendiri, ya lumayan ada peningkatan lah. Aku yang pada awalnya sangat tidak peduli terhadap nada – nada yang ada pada lagu yang sedang ku nyanyikan, kini aku mulai memahami melodi – melodi setiap lagu, dan kini sedang dalam tahap pembelajaran menyanyikan lagu yang menantang dengan nada - nada tinggi
Hari ini adalah hari Minggu. Aku sengaja berangkat lebih pagi ke rumah Melody agar mendapatkan giliran pertama yang diajarkan oleh Melody sekaligus waktu pengajaran yang cukup lama. Aku sudah benar – benar tergila – gila dengan musik.
Sesampai di rumah Melody, ternyata Melody belum siap untuk menerima tamu. Dia belum mandi dan kamarnya pun masih berantakan. Ku tengok kembali jam tanganku, dan kulihat jarum pendek masih berada di antara angka 6 dan angka 7. Waktu yang terbilang masih sangat pagi untuk ukuran waktu pada hari Minggu. Akhirnya aku belajar sendiri di kamar Melody sembari menunggu Melody selesai mandi.
Bernyanyi saja tak membuatku puas. Aku mengambil gitar Melody yang tergeletak dan mencoba – coba memetik senarnya. Susah bukan main. Ternyata memetik gitar tak semudah melihat orang lain bermain gitar. Diperlukan jari – jari yang berbakat. Melody bilang, “Asalkan kita enjoy dengan gitar, pasti gitar juga akan enjoy dengan kita. Mainkanlah dengan hati, Insyaallah kamu bisa” Tapi tetap saja aku tidak bisa sepandai Melody. Satria dan Aldy pun sepertinya tidak akan bisa mengalahkan Melody.
Aku mencari buku – buku tentang gitar dan kunci – kunci gitar di setumpukan buku musik koleksi Melody. Tiba – tiba aku menemukan suatu amplop coklat seperti surat penting. Anehnya, mengapa Melody begitu ceroboh menyimpan  surat penting diantara tumpukan buku dan kertas berisi kunci – kunci gitar seperti ingin menyembunyikan surat penting itu. Di pojok bawah amplop tertuliskan “ R S MRCCC Siloam”. Aku tidak tahu nama apa itu. Mungkinkah nama studio musik ? Ataukah nama sanggar musik? Hanya satu yang aku yakin, pasti ada hubungannya dengan musik.
Saat Melody selesai mandi, aku menanyakan perihal surat aneh tersebut. Melody hanya menjawab bahwa itu amplop dan surat tidak penting yang akan dibuangnya tapi ia lupa, hingga  akhirnya ia tumpuk bersamaan dengan setumpukan kertas musik. Entah mengapa, aku rasa Melody bohong padaku. Namun aku tak mengungkapkan kecurigaanku di hadapan Melody. Aku mengambil amplop tersebut dan menyembunyikannya di dalam tas ku.
Setibanya Satria dan Aldy di rumah Melody, suasana menjadi lebih ramai dan seru. Ingin rasanya menghabiskan waktu terus seperti ini. Disaat Melody sedang membuat cemilan tambahan untuk kami, aku mulai membicarakan tentang amplop coklat yang aneh tadi kepada Aldy dan Satria. Begitu terkejutnya Satria setelah kuperlihatkan amplop itu. Dugaanku salah besar. Amplop tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan musik. Nama “ R S MRCCC Siloam ” yang tertuliskan pun bukan nama studio atau sanggar musik seperti dugaanku sebelumnya. Kepanjangan dari R S MRCCC sendiri adalalah Rumah Sakit Mochtar Riyadi Comprehensive Cancer Center. Menurut sepengetahuan Satria, itu adalah salah satu dari hanya dua rumah sakit yang ada di Indonesia yang melayani penderita kanker atau dengan kata lain rumah sakit spesialis kanker.
 Melody datang membawa cemilan untuk kami dan menanyakan apa yang telah terjadi setelah melihat wajah yang sedih di muka kami. Satria pun menjelaskan semuanya, dan menanyakan tentang penyakit yang sedang diderita Melody. Awalnya Melody enggan menceritakannya, namun setelah kami semua membujuknya, ia pun mulai bercerita tentang penyakit mematikan yang telah lama dideritanya.
Semua berawal dari benturan yang cukup keras saat kecelakaan dulu yang pernah Melody ceritakan. Sebenarnya dulu dokter juga sudah tahu bahwa akan ada dampak di masa depan akibat kecelakaan itu, namun dokter belum tahu pasti apa dampak tersebut. Saat itu dokter hanya menghimbau pada Melody agar selalu hati – hati menjaga kepalanya dan dianjurkan untuk selalu berkonsultasi apabila ia merasakan sakit kepala.
Sampai sekarang, orang tua Melody belum tahu tentang penyakit kanker otak ini. Saat aku bertanya mengapa ia tidak meberitahukannya, malah Satria yang menjawab. Satria berkata bahwa jika ia ada di posisi Melody, ia juga akan melakukan hal yang sama.
“Aku tidak ingin mengganggu pekerjaan mereka. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya masing – masing dan tak pernah punya waktu denganku, jika aku meminta waktu untuk bersama mereka, mereka selalu berkata ‘maaf sayang, kami sibuk, lain kali aja yah’ selalu saja begitu. Aku tahu mereka cari uang untuk ku dan keluarga. Memang segalanya butuh uang, tapi uang bukanlah segalanya. Masih ada cinta dan kasih sayang di dunia ini, dan itulah yang aku butuhkan dari mereka kini. Aku sudah bosan mengingatkan mereka tentang semua ini. Bila esok aku mati, aku rela. Aku harap dengan kematianku karena penyakit ini, bisa membuat mereka sadar bahwa uang bukanlah segalanya dan anak – anak mereka bukan hanya butuh uang, tapi juga perhatian, kasih sayang dan cinta. Jika memang sebentar lagi aku akan mati, masih ada adikku, semoga adikku mendapatkan kasih sayang dan cinta yang lebih layak dari apa yang aku dapatkan.” kata Melody panjang lebar.
Aku terharu mendengar penjelasan Melody. Aku ingin sekali membantunya, tapi aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Aku ingin memberitahukan orang tua Melody tentang penyakitnya agar mereka lebih perhatian pada Melody, tapi Melody melarangku. Apa boleh buat, aku hanya bisa menghiburnya, membuat hari – harinya lebih indah walau tanpa perhatian dari orang tuanya, namun masih ada aku dan sahabat yang lain yang dapat membuatnya merasa bahagia.
Mengenai kanker otak yang dideritanya, Melody berkata bahwa sudah memasuki stadium 2 dan memerlukan operasi tahap satu agar tidak menambah stadiumnya. Namun, biaya untuk operasi tersebut bukanlah uang yang sedikit. Dibutuhkan uang sekitar Rp 37.000.000,00 untuk biaya operasi ditambah beberapa obat pembantu. Aku, Satria dan Aldy sudah sepakat untuk menggalang dana demi operasi itu. Tapi, Melody sangat tidak setuju dengan rencana ini dan ia tidak ingin melakukan operasi. Melody ingin membiarkan kanker otak untuk terus bersarang di otak dan kepalanya agar saat ia meninggal kelak, orang tuanya sadar akan kurangnya perhatian mereka terhadap anak – anak mereka. Untuk kali pertamanya, kami --aku, Satria dan Aldy-- tidak setuju dengan Melody. Kami terus membujuknya agar mau operasi. Maslalah biaya, kami yang akan tanggung.
Setelah mempertimbangkan beberapa hal, akhirnya Melody pun mau melakukan operasi dengan beberapa syarat. Syarat yang pertama adalah ia tidak ingin ada orang yang tahu termasuk orang tuanya, jika ia menjalani operasi, sehingga ia juga tidak akan meminta sepeser pun kepada orang tuanya untuk masalah biaya. Syarat kedua, ia tidak ingin semua biaya ditanggung oleh ketiga sahabatnya. Ia ingin menggunakan tabungannya sendiri karena ia tidak mau merepotkan sahabatnya. Jika tabungannya masih belum mencukupi, baru ia mengizinkan sahabatnya membantu, itu pun Melody harus terlibat. Aku pun punya ide untuk menggunakan musik sebagai media kami mencari tambahan biaya, tentu saja Melody juga akan terlibat.
Setelah dicek, ada uang berjumlah Rp 33.000.000,00 dari dua tabungan milik Melody. Bagiku, itu adalah uang yang sudah sangat banyak. Bahkan ketiga tabunganku pun jika dijumlahkan tidak mencapai angka 30 juta. Padahal, jika ingin, Melody bisa mendapat uang lebih banyak untuk biaya dari beberapa kartu kredit yang difasilitaskan orang tuanya kepadanya. Namun, sudah hampir 5 bulan ia tidak pernah menggunakan fasilitas itu. Bahkan, jika ia mau meminta langsung cash Rp 37.000.000,00 kepada orang tuanya pun, dapat langsung ada di depan mata. Tapi ia sama sekali tidak tertarik untuk melakukan hal itu.
Kini dibutuhkan uang sekitar Rp 4.000.000,00 lagi untuk sampai pada batas cukup. Sehubungan dengan akhir semester, pastilah setiap sekolah akan mengadakan acara perpisahan. Kami akan mencari dana dengan menjadi band pengisi acara perpisahan di sekolah – sekolah yang belum mempunyai band sendiri. Tidak hanya di SMA / SMK saja, tetapi juga di SMP/Mts bahkan perpisahan setingkat SD pun kami jamahi. Hasilnya cukup memuaskan. Sebentar lagi, kami mencapai target. Hanya sekali lagi kami tampil dalam satu acara, target pun tercapai.
Tiba saatnya kami tampil dalam acara terakhir kami, acara perpisahan SD Negeri Nusa Indah. Kami tampil membawakan beberapa lagu pop yang bermelodi ceria dan menggambarkan suasana anak – anak SD. Melody menyanyi begitu merdu dan indah, aku pun berusaha mengimbanginya. Satria dan Aldy juga tampil maksimal.
Setelah selesai, kami kembali ke  base camp --kamar Melody--. Disini, kami kembali menghitung uang untuk memastikan kalau semuanya sudah cukup. Tiba – tiba Melody mengajak Satria , Aldy dan aku ke bukit di belakang rumah Melody. Kami berempat pun ke sana dan tiduran di sana. Sejuk sekali, dan dapat terasa indahnya dunia ini.
“Aku senang sekali punya sahabat seperti kalian, terimakasih kalian telah menjadi sahabatku” kata Melody tiba-tiba.
“Kita juga senang, bahkan bangga punya sahabat sepertimu, Melody.” jawab Satria.
“Kalau aku meninggal nanti, kalian akan tetap bersahabat bukan?” lanjut Melody.
“Jangan ngelantur gitu dong ngomongnya, semangat! Kamu pasti sembuh, aku yakin itu, kamu juga yakin, bukan ?” tambahku.
“Nggak, aku nggak yakin..Emm, satu lagi, kalau aku sudah tiada nanti, apa kalian akan berhenti bermain musik?” kata Melody semakin aneh bicaranya.
“Kamu jangan putus asa seperti itu, kamu sendiri yang pernah bilang sama kita tidak ada kata menyerah di kamusmu, kemana Melody yang penuh semangat seperti dulu?” kata Satria.
“Aku nggak nyerah kok, aku cuma tanya aja kalau seandainya aku meninggal nanti, apa kalian akan tetap cinta musik? Jawab dong..” lanjut Melody.
“TENTU SAJA! Always and forever!” jawab kami bertiga bersamaan.
“ Baiklah, aku ingin nyanyi lagi nih .. ayo mainkan!” teriak Melody penuh semangat.

 Bukit ini terlihat semakin indah dan terasa sejuk saat empat bersahabat seperti kami menyanyi bersama diiringi alunan gitar yang merdu. Kami menyanyikan bannyak lagu, terutama lagu-lagu tentang persahabatan, yang menggambarkan betapa indahnya persahabatan kami.

“Sekarang yang main gitar kamu aja deh sama Satria, aku capek, aku sedang ingin nyanyi aja sambil tiduran memandang langit” tambah Melody lagi.
“Oke, intronya?” kata Satria.
“Am G F G ” kata Melody.
“Takkan selamanya , tanganku mendekapmu ..
  Takkan selamanya , raga ini menjagamu ..
  Seperti alunan detak jantungku,
  Tak bertahan melaawan waktu
  Dan semua keindahan yang memudar
  Atau cinta yang telah hilang ..
  Tak ada yang abadi .. Tak ada yang abadi ..” Melody pun mulai bernyanyi.
“Lagu apa ini? Asyik, tapi aku belum pernah mendengarnya, lagu karanganmu kah?” tanya ku di saat sedang kembali ke intro.
“Bukan, ini lagu lama, ikuti saja nadanya” jawab Melody singkat.

Walau tidak tahu liriknya sama sekali,  tapi aku tetap bernyanyi sampai nada terakhir. Alunan nada dalam lagu ini begitu indah --seindah pemandangan yang kami lihat dari atas sini--  dan menghasilkan melodi yang begitu menyejukkan hati --sesejuk suasana di atas bukit bersama sahabat – sahabat tersayang--. Apalagi saat akhirannya, liriknya begitu dalam  dan suara merdu Melody menambah indah akhiran lagu tersebut. Melody pun sampai terpejamkan matanya karena terlalu menghayatinya.
Dalam keheningan ini, tiba-tiba Satria mengagetkanku dan Aldy. Melody telah pergi untuk selamanya. Melody pun dibopong oleh Satria ke kamarnya, dan aku dituntun oleh Aldy karena jalanku yang sempoyongan ditambah air mataku yang tak berhenti menetes.
Aku benar – benar tak menyangka akan secepat itu. Padahal kami telah bersusah payah bersama untuk mendapatkan biaya operasi dan rencananya besok Melody akan menjalani operasi itu. Namun Tuhan berkata lain, Tuhan menyayangi Melody hingga Tuhan menjemputnya lebih dulu agar Melody tak merasakan betapa sakitnya dioperasi. Biaya operasi yang telah kami dapatkan bersama pun tak kami gunakan sendiri. Aku menyarankan biaya itu untuk diberikan kepada penderita kanker lain yang memerlukan biaya.

***

Aku, Satria, Aldy, teman-teman, kakak-kakak kelas  beserta semua guru dan karyawan SMA Taruna Nusantara dan tentu saja seluruh keluarga Melody hadir dalam pemakaman Melody. Semua orang yang menyayanginya hadir untuk mengantarkan ke tempat peristirahatan terakhirnya. Orang yang merasa sangat menyesal disini adalah orang tua Melody tentunya. Mereka tidak tahu menahu tentang penyakit Melody tiba-tiba anaknya yang begitu baik dan disayangi oleh banyak orang itu kini pergi meninggalkan mereka.


Kini melody telah tenang di alam sana. Tak lagi merasakan sakitnya kanker otak di kepalanya. Disini, orang tua Melody pun telah berubah menjadi lebih perhatian terhadap adik Melody dan sering berada di rumah. Mereka telah belajar dari pengalaman ini.
Aku, Satria dan Aldy tetap bersahabat dan tak pernah berhenti bermain musik. Melody telah mengajarkan kami begitu banyak hal tentang kehidupan. Kehidupan yang harus selalu dijalani dengan senyuman , dan apabila kita merasa tak sanggup menjalani hidup, Melody selalu mengajarkan kami dengan musik yang membuat kami lebih baik. Tentu saja, kami tak akan pernah melupakannnya. Setiap hari, sepulang sekolah, kami datang mengunjungi makam Melody.
Aku, Aldy dan Satria jadi lebih sering ke bukit walau hanya untuk duduk dan memandang langit. Kami sangat rindu kehadiran Melody disini. Namun Melody sudah tak mungkin kembali lagi. Seperti halnya sebuah lagu, pasti akan ada habisnya. Seindah apapun melodi sebuah lagu, pasti tetap akan ada akhirnya. Begitu pula hidup, sebaik apapun seseorang di dunia pasti kelak akan meninggal. Namun melodi dalam sebuah lagu berbeda dengan melodi persahabatan kami. Melodi dalam lagu boleh saja berakhir ketika semua nada telah dibunyikan, namun melodi persahabatan kami akan tetap ada meski Melody telah pergi meninggalkan kami. Suatu saat nanti, semoga saja kami dipertemukan kembali di alam sana. Amin.
Satria yang begitu kehilangan sang motivator, kini perlahan mulai mengikhlaskan Melody, dan berkata ..   
“Walau ragamu kini sudah tak bersama kami lagi, namun kebaikanmu, jasamu, motivasi-motivasimu, senyummu, keceriaanmu, dan suaramu yang merdu akan selalu terkenang dalam hati kita semua Melody. Disini, di tempat kesayanganmu, kau menyanyikan lagu indah yang begitu dalam menyentuh hati kita semua, lagu yang membuat kami terharu akan perjuanganmu, lagu tentang persahabatan kita. Bahkan lagu yang mengantarkanmu ke pangkuan Tuhan dan saat itu pula kau menyanyi untuk yang terakhir kalinya. Nada indah terakhir yang keluar dari mulut manismu tak akan pernah aku lupa. Mungkin ini memang nada terakhirmu yang dapat aku dengar di dunia, namun aku yakin kamu tak akan pernah berhenti bernyanyi di surga sana. Tunggu aku disana, dan kita akan menyanyi bersama, terus dan terus tanpa ada nada terakhir.”


~SELESAI~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar